Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah
Jawa Barat
dprdjabar
Profil DPRD
Tata Tertib

 

                       

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

NOMOR  1  TAHUN 2019

TENTANG

TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PROVINSI JAWA BARAT

 

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

 

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

 

Menimbang

: a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 132 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota, maka perlu menetapkan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa

Barat tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat;

b. bahwa dalam menjalankan hal sebagaimana dimaksud huruf a perlu dibentuk Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat yang ditetapkan dengan Peraturan DPRD.

Mengingat

: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia tanggal 4 Juli 1950) Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Jakarta Raya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 15) sebagaimana telah diubah beberapa

kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4744) dan Undang-undang Nomor 23 tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010);

  1. Undang–Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
  2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
  3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400)
  4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
  5. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2010 tentang Keprotokolan(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5166);
  6. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5189);
  7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
  8. Undang-Undang Nomor 23  Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah  (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587);
  9. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23  Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58);
  10. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109);
  11. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
  12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2019Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6322);
  13. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2019 Tentang Laporan Dan Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6323);
  14. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 6197);

        

 

 

Dengan Persetujuan Bersama

 

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT dan

GUBERNUR JAWA BARAT MEMUTUSKAN:

Menetapkan:    PERATURAN   DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT.

 

 

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

 

Dalam Peraturan ini, yang dimaksud dengan :

  1. Daerah adalah Provinsi Jawa Barat.
  2. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil  Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  3. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga Perwakilan Rakyat Daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemeritahan Daerah.
  5. Tata Tertib DPRD adalah peraturan yang ditetapkan oleh DPRD yang berlaku di lingkungan internal DPRD Provinsi Jawa Barat.
  6. Pemerintah Daerah adalah Gubernur sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
  7. Gubernur adalah Gubernur Jawa Barat.
  8. Wakil Gubernur adalah Wakil Gubernur Jawa Barat.
  9. Pimpinan DPRD adalah Ketua dan Wakil -Wakil  Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat.
  10. Anggota DPRD adalah Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat.
  11. Alat Kelengkapan DPRD adalah Alat Kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat yang terdiri atas Pimpinan DPRD, Badan Musyawarah, Komisi - Komisi , Badan Pembentukan Peraturan Daerah, Badan Anggaran, Badan Kehormatan, dan Alat Kelengkapan lainnya yang dibentuk oleh Rapat Paripurna.
  12. 12.Fraksi merupakan Pengelompokan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat berdasarkan konfigurasi Partai Politik yang memperoleh kursi sesuai dengan jumlah yang ditetapkan.
  13. Badan Musyawarah adalah Badan Musyawarah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat.
  14. Komisi  adalah pengelompokan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah secara fungsional berdasarkan tugas-tugas yang ada di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat.
  15. Badan Pembentukan Peraturan Daerah Provinsi selanjutnya disebut Bapemperda adalah Badan Pembentukan Peraturan Daerah Provinsi  Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat.
  16. Badan Anggaran adalah Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat.
  17. Badan Kehormatan adalah Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat, yang bertugas menegakkan Tata Tertib dan Kode Etik.
  18. Panitia Khusus yang selanjutnya disebut Pansus adalah Panitia yang dibentuk dalam rapat paripurna untuk menangani hal-hal yang bersifat khusus.
  19. Panitia Angket adalah Panitia yang dibentuk untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan Pemerintah Daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat daerah yang diduga bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan.
  20. Badan Pemeriksa Keuangan selanjutnya disingkat BPK, adalah Lembaga Negara yang memiliki kewenangan untuk memeriksa penggunaan keuangan negara baik di pusat maupun di daerah.
  21. Sekretariat DPRD adalah Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat.
  22. Sekretaris DPRD adalah Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat.
  23. Kode Etik DPRD adalah suatu ketentuan etika perilaku sebagai acuan kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat dalam melaksanakan tugasnya.
  24. Peraturan Daerah adalah Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat.
  25. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah Provinsi Jawa Barat.   
  26. Rapat Paripurna adalah Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat.
  27. Kunjungan Kerja adalah Kunjungan Kerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat.
  28. Masa Sidang dan Masa Reses adalah masa sidang dan masa reses Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat.
  29. Komisi  Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut KPU adalah Komisi  Pemilihan Umum Provinsi Jawa Barat.
  30. Tenaga Ahli Fraksi adalah seseorang yang mempunyai kemampuan dalam disiplin ilmu tertentu dan bersifat tetap untuk membantu Fraksi dalam pelaksanaan fungsi, tugas serta wewenangnya.
  31. 31.Pakar/Tim Ahli adalah seseorang atau sekelompok orang yang mempunyai kemampuan dalam disiplin ilmu tertentu dan bersifat tidak tetap, untuk membantu pelaksanaan fungsi serta tugas dan wewenang DPRD.
  32. Program Pembentukan Peraturan Daerah yang selanjutnya disebut Propemperda adalah instrumen perencanaan program pembentukan peraturan daerah untuk satu tahun yang disusun secara berencana, terpadu dan sistematis.
  33. Daerah Pemilihan yang selanjutnya disebut Dapil adalah pengelompokan Daerah Pemilihan pada Pemilu Legislatif tahun 2019.
  34. Urusan pemerintahan adalah kekuasaan pemerintahan yang menjadi kewenangan presiden yang pelaksanaannya dilakukan oleh Kementerian Negara dan penyelenggara pemerintahan daerah  untuk melindungi, melayani, memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat. 
  35. Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat Jawa Barat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  36. Asas otonomi adalah prinsip dasar penyelenggaraan pemerintahan Daerah berdasarkan Otonomi Daerah.
  37. Desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan oleh Pemerintah pusat kepada daerah otonom berdasarkan asas otonomi.  
  38. Dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat kepada Gubernur sebagai Wakil  Pemerintah Pusat, kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, dan/atau kepada Gubernur dan Bupati/Wali kota sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan umum. 
  39. Instansi Vertikal adalah perangkat kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian yang mengurus Urusan Pemerintahan yang tidak diserahkan kepada daerah otonom dalam wilayah tertentu dalam rangka Dekonsentrasi. 
  40. Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah Pusat kepada daerah otonom untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat atau dari Pemerintah Daerah provinsi kepada Daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah Provinsi. 
  41. Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  42. Wilayah Administratif adalah wilayah kerja perangkat Pemerintah Pusat termasuk Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat untuk menyelenggarakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat di Daerah dan wilayah kerja Gubernur dan Bupati/Walikota dalam melaksanakan urusan pemerintahan umum di Daerah.
  43. Urusan Pemerintahan Wajib adalah Urusan Pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh semua Daerah.
  44. Urusan Pemerintahan Pilihan adalah Urusan Pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh Daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki Daerah.
  45. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Gubernur dan DPRD dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
  46. Peraturan Daerah yang selanjutnya disebut Perda atau yang disebut dengan nama lain adalah Perda Provinsi dan Perda Kabupaten/Kota.
  47. Peraturan Gubernur yang selanjutnya disebut Pergub.
  48. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah yang selanjutnya disingkat RPJPD adalah dokumen perencanaan Daerah untuk periode 20 (dua puluh) tahun.
  49. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yangselanjutnya disingkat RPJMD adalah dokumen perencanaan Daerah untuk periode 5 (lima) tahun.
  50. Rencana Pembangunan Tahunan Daerah yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah Daerah yang selanjutnya disingkat RKPD adalah dokumen perencanaan Daerah untuk periode 1 (satu) tahun.
  51. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan bertanggungjawab.
  52. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunanPemerintah Pusat yang ditetapkan dengan Undang-Undang.
  53. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnyadisingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Daerahyang ditetapkan dengan Perda.
  54. Kebijakan Umum APBD yang selanjutnya disingkat KUAadalah dokumenyang memuat kebijakan bidangpendapatan, belanja, dan pembiayaan serta asumsi yangmendasarinya untuk periode 1 (satu) tahun.
  55. Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara yang selanjutnya disingkat PPAS adalah program Prioritas dan patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada Perangkat Daerah untuk setiap program sebagai acuan dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran satuan kerjaPerangkat Daerah.
  56. Pendapatan Daerah adalah semua hak Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periodetahun anggaran yang bersangkutan.
  57. Belanja Daerah adalah semua kewajiban Daerah yangdiakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.
  58. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayarkembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali,baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupunpada tahun-tahun anggaran berikutnya.
  59. Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan Daerah menerima sejumlah uang ataumenerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali.
  60. Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
  61. Badan Usaha Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BUMD adalah badan usaha yang seluruh atau sebagianbesar modalnya dimiliki oleh Daerah.
  62. Partisipasi Masyarakat adalah peran serta warga masyarakat untuk menyalurkan aspirasi, pemikiran, dan kepentingannya dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
  63. Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar Daerah untuk mendanai kebutuhanDaerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
  64. Dana Alokasi Khusus yang selanjutnya disingkat DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakanUrusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
  65. Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan tertentu APBN yangdialokasikan kepada Daerah penghasil berdasarkan angka persentase tertentu dengan tujuan mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
  66. Hari adalah Hari Kerja

 

 

 

BAB II

FUNGSI, TUGAS, DAN WEWENANG

Bagian Kesatu

Paragraf 1

Fungsi Pasal 2

DPRD mempunyai fungsi: 

a. pembentukan Perda; anggaran; dan

b. pengawasan.

 

Paragraf 2

Fungsi Pembentukan Perda

Pasal 3

Fungsi pembentukan Perda dilaksanakan dengan cara:

  1. menyusun program pembentukan Perda bersama Gubernur;
  2. membahas bersama Gubernur dan menyetujui atau tidak menyetujui rancangan Perda; dan
  3. mengajukan usul rancangan Perda.

 

Pasal 4

  1. Program pembentukan Perda ditetapkan untukjangka waktu 1 (satu) tahun berdasarkan skala Prioritas pembentukan rancangan Perda.
  2. Program pembentukan Perda ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara DPRD dan Gubernur.

 

Pasal 5

  1. Pemerintah Daerah dan DPRD wajib melibatkan perancang peraturan perundang-undangan dalam pembentukan Perda.
  2. Pembentukan Perda melibatkan partisipasi masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Paragraf 3

Fungsi Anggaran

Pasal 6

  1. Fungsi anggaran DPRD diwujudkan dalam bentuk pembahasan untuk persetujuan bersama terhadap rancangan Perda tentang APBD yang diajukan oleh Gubernur.
  2. Fungsi anggaran dilaksanakan dengan cara:
    1. membahas Kebijakan Umum APBD dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara yang disusun oleh Gubernur berdasarkan rencana kerja Pemerintah Daerah;
    1. membahas rancangan Perda tentang APBD;
    2. membahas rancangan Perda tentang perubahan APBD; dan
    3. membahas rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.

 

Pasal 7

  1. Pembahasan Kebijakan Umum APBD dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara dilaksanakan oleh DPRD dan Gubernur setelah Gubernur menyampaikan Kebijakan Umum APBD dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara disertai dengan dokumen pendukung.
  2. Pembahasan rancangan Kebijakan Umum APBD dilaksanakan oleh Badan Anggaran DPRD dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah untuk disepakati menjadi Kebijakan Umum APBD.
  3. Kebijakan Umum APBD menjadi dasar bagi Badan Anggaran DPRD bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah untuk membahas rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara.
  4. Badan Anggaran melakukan konsultasi dengan Komisi  untuk memperoleh masukan terhadap program dan kegiatan yang ada dalam rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara.
  5. Pembahasan rancangan Kebijakan Umum APBD, rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara, dan konsultasi dengan Komisi  dilaksanakan melalui rapat DPRD.
  6. Kebijakan Umum APBD dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara yang telah mendapat persetujuan bersama ditandatangani oleh Gubernur dan Pimpinan DPRD dalam Rapat Paripurna.

 

Pasal 8

  1. Pembahasan rancangan Perda tentang APBD dilaksanakan oleh DPRD dan Gubernur setelah Gubernur menyampaikan rancangan Perda tentang APBD beserta penjelasan dan dokumen pendukung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Pembahasan rancangan Perda tentang APBD dibahas Gubernur bersama DPRD dengan berpedoman pada rencana kerja Pemerintah Daerah, Kebijakan Umum APBD, dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara untuk mendapat persetujuan bersama.
  3. Pembahasan rancangan Perda tentang APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Badan Anggaran DPRD dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah.

 

Pasal 9

Ketentuan   mengenai  pembahasan  rancangan Perda tentang  APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 berlaku secara mutatis mutandis terhadap pembahasan rancangan Perda tentang perubahan APBD.

 

Pasal 10

  1. Badan   Anggaran    membahas rancangan Perda          tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
  2. Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Gubernur dengan dilampirkan laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
  3. Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit meliputi:
    1. laporan realisasi anggaran;
    2. laporan perubahan saldo anggaran lebih;
    3. neraca;
    4. Iaporanoperasional;
    5. laporan arus kas;
    6. laporan perubahan ekuitas; dan
    7. catatan atas laporan keuangan. 
  4. Dalam hal daerah memiliki badan usaha milik daerah, catatan atas laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf g harus dilampiri dengan ikhtisar laporan keuangan badan usaha milik daerah.
  5. Pembahasan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pembahasan peraturan daerah. 

 

Pasal 11

Jadwal pembahasan rapat paripurna Kebijakan Umum APBD, Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara, rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban APBD ditetapkan oleh Badan Musyawarah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengelolaan keuangan daerah.

 

Paragraf 4

Fungsi Pengawasan

Pasal 12

  1. Fungsi pengawasan diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap:
    1. pelaksanaan Perda dan Peraturan Gubernur;
    2. pelaksanaan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah; dan
    3. pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan laporan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
  2. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan melalui:
    1. rapat kerja Komisi  dengan Pemerintah Daerah;
    2. kegiatan kunjungan kerja; dan
    3. rapat dengar pendapat umum; dan
    4. pengaduan masyarakat.
  3. Fungsi pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dilaksanakan oleh Bapemperda melalui kegiatan evaluasi terhadap efektivitas pelaksanaan Perda, Peraturan Gubernur, dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang lain.
  4. Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaporkan kepada Pimpinan DPRD dan diumumkan dalam rapat paripurna.
  5. DPRD berdasarkan keputusan rapat paripurna dapat meminta klarifIkasi atas temuan laporan hasil pemeriksaan laporan keuangan kepada Badan Pemeriksa Keuangan.
  6. Permintaan klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan melalui surat Pimpinan DPRD kepada Badan Pemeriksa Keuangan.

 

Pasal 13

  1. Dalam melaksanakan fungsi pengawasan, DPRD dapat memberikan rekomendasi terhadap laporan keterangan pertanggungjawaban Gubernur yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, produktivitas, dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan daerah.
  2. Pemberian       rekomendasi         sebagaimana        dimaksud    pada ayat   (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

Bagian Kedua

Tugas dan Wewenang

Pasal 14

DPRD mempunyai tugas danwewenang:

  1. membentuk Perda bersama Gubernur;
  2. membahas dan memberikan persetujuan rancangan Perda tentang APBD yang diajukan oleh Gubernur;
  3. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan APBD;
  4. memilih Gubernur dan Wakil Gubernur atau Wakil Gubernur dalam hal terjadi kekosongan jabatan untuk meneruskan sisa masa jabatan lebih dari 18 (delapan belas) bulan;
  5. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Gubernur dan Wakil  Gubemur kepada Presiden melalui Menteri untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan pemberhentian;
  6. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah Daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah;
  7. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah;
  8. meminta laporan keterangan pertanggungiawaban Gubernur dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah; 
  9. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah; dan
  10. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 15

  1. Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur atau Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf e diselenggarakan dalam rapat paripuma.
  2. Hasil pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan DPRD.
  3. Mekanisme pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur atau Wakil Gubernur diatur dalam Tata Tertib DPRD paling sedikit memuat ketentuan:
    1. tugas dan wewenang panitia pemilihan; 
    2. tata cara pemilihan dan perlengkapan pemilihan; 
    3. persyaratan calon dan penyampaian kelengkapan dokumen persyaratan sesuai ketentuan peraturan Perundang-undangan; 
    4. jadwal dan tahapan Pemilihan;
    5. hak Anggota DPRD dalam Pemilihan;
    6. penyampaian visi dan misi para calon Gubernur dan Wakil Gubernur dalam rapat paripurna;
    7. jumlah, tata cara pengusulan, dan tata tertib saksi;
    8. penetapan calon terpilih;
    9. pemilihan suara ulang; dan
    10. larangan dan sanksi bagi calon Gubernur dan Wakil Gubernur atau calon Wakil Gubernur yang mengundurkan diri sejak ditetapkan sebagai pasangan calon atau calon.
  4. Berdasarkan hasil pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam rapat paripuma Pimpinan DPRD mengumumkan:
    1. pengangkatan Gubernur dan Wakil Gubernur; atau
    2. pengangkatan Wakil Gubernur.

 

Pasal 16

  1. Pimpinan DPRD menyampaikan usulan pengesahan pengangkatan dan pemberhentian Gubernur dan Wakil Gubernur kepada Presiden melalui Menteri.
  2. Serah terima jabatan dilakukan di Ibu Kota Provinsi dan setelahnya menyampaikan pidato sambutan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur pada sidang paripurna DPRD.

 

Pasal 17

  1. Pemberian persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf g ditetapkan dalam rapat paripurna.
  2. Keputusan rapat paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Gubernur untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundanganundangan yang mengatur mengenai kerja sama daerah.

 

 

 

 

BAB III

KEANGGOTAAN DPRD

Bagian Kesatu

Kedudukan

Pasal 18

  1. DPRD merupakan Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
  2. Anggota DPRD adalah pejabat daerah.

 

Bagian Kedua

Susunan

Pasal 19

DPRD terdiri atas anggota Partai Politik peserta Pemilihan Umum yang dipilih melalui Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

 

Bagian Ketiga

Keanggotaan Pasal 20

  1. Anggota DPRD berjumlah 120 (seratus dua puluh) Orang.
  2. Keanggotaan DPRD diresmikan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri.
  3. Anggota DPRD berdomisili di Ibu Kota Provinsi Jawa Barat.
  4. Masa jabatan Anggota DPRD adalah 5 (lima) tahun terhitung sejak pengucapan sumpah/janji dan berakhir pada saat Anggota DPRD yang baru mengucapkan sumpah/janji.

 

Pasal 21

  1. Anggota DPRD sebelum  memangku jabatannya,  mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama yang dipandu oleh Ketua Pengadilan Tinggi dalam Rapat Paripurna DPRD.
  2. Anggota DPRD yang berhalangan mengucapkan sumpah/janjibersamasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mengucapkan sumpah/janjiyang dipandu oleh Pimpinan DPRD dalam Rapat Paripurna DPRD.

 

Pasal 22

Sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada Pasal 21 sebagai berikut:

“Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji :

bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai Anggota/Ketua/Wakil  Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat dengan sebaikbaiknya dan seadil-adilnya, sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan, dengan berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; bahwa saya dalam menjalankan kewajiban akan bekerja dengan sungguhsungguh, demi tegaknya kehidupan demokrasi, serta mengutamakan kepentingan bangsa dan Negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan golongan;

bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya Wakil i untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

Pada waktu pengucapan sumpah/janji, untuk penganut agama Islam didahului dengan kata “Demi Allah”, untuk penganut agama Kristen Protestan/Katolik diakhiri kata “Semoga Tuhan Menolong Saya”, untuk penganut agama Hindu didahului kata “Om Atah Paramawisesa”, untuk penganut agama Budha didahului kata “Demi Hyang Adi Budha”.

 

Pasal 23

  1. Tata cara pengucapan sumpah/janji Anggota DPRD terdiri dari tata urutan acara, tata pakaian, dan tata tempat.
  2. Tata urutan acara pelaksanaan pengucapan sumpah/janji Anggota DPRD meliputi :
    1. menyanyikan lagu Indonesia Raya;
    2. mengheningkan Cipta;
    3. pembukaan Rapat Paripurna oleh Pimpinan DPRD;
    4. pembacaan Keputusan Peresmian Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota DPRD oleh Sekretaris DPRD;
    1. pengucapan sumpah/janji Anggota DPRD, dipandu oleh Ketua  Pengadilan Tinggi;
    1. penandatanganan berita acara sumpah/janji Anggota DPRD secara simbolis oleh satu orang dari Perwakilan masing-masing Fraksi;
    2. pengumuman Pimpinan Sementara DPRD oleh Sekretaris DPRD;
    3. serah terima Pimpinan DPRD dari Pimpinan Lama kepada Pimpinan Sementara DPRD secara simbolis dengan penyerahan palu pimpinan;
    1. sambutan Pimpinan Sementara DPRD;
    1. sambutan Gubernur;
    2. pembacaan Do’a;
    3. penutupan Rapat Paripurnaoleh Pimpinan Sementara; dan
    4. penyampaian ucapan selamat.
  3. Tata Pakaian yang digunakan dalam acara pengucapan sumpah/janji Anggota DPRD meliputi :
    1. Ketua  Pengadilan Tinggi menggunakan pakaian sesuai ketentuan dari instansi yang bersangkutan;
    2. Gubernur menggunakan Pakaian Sipil Lengkap dengan peci nasional;
    3. Anggota DPRD yang akan mengucapkan sumpah/janji menggunakan Pakaian Sipil Lengkap dengan peci nasional untuk pria dan wanita menggunakan pakaian kebaya nasional;
    4. Undangan bagi Anggota TNI/Polri menggunakan Pakaian Dinas Upacara, undangan sipil menggunakan Pakaian Sipil Lengkap dengan peci nasional bagi pria dan wanita menggunakan pakaian kebaya nasional.
  4. Tata tempat dalam acara pengucapan sumpah/janjiAnggota DPRD meliputi :
    1. Pimpinan DPRD duduk disebelah kiri Gubernur dan Ketua  Pengadilan Tinggi sebelah kanan Gubernur;
    1. Anggota DPRD yang akan mengucapkan sumpah/janji duduk ditempat yang telah disediakan;
    2. Setelah pengucapan sumpah/janji Pimpinan Sementara DPRD duduk disebelah kiri Gubernur;
    3. Pimpinan DPRD yang lama dan Ketua Pengadilan Tinggi duduk di tempat yang telah disediakan;
    4. Sekretaris DPRD duduk di belakang Pimpinan DPRD;
    5. Para Undangan dan Anggota DPRD lainnya duduk di tempat yang telah disediakan;dan
    6. Pers/kru TV/radio disediakan tempat tersendiri.

 

BAB IV

ALAT KELENGKAPAN DPRD

Bagian Kesatu

Umum 

Pasal 24

  1. Alat Kelengkapan DPRD terdiri atas: 
    1. Pimpinan DPRD;
    2. Badan Musyawarah;
    3. Komisi ;
    4. Bapemperda
    5. Badan Anggaran;
    6. Badan Kehormatan; dan
    7. Alat Kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk berdasarkan rapat paripurna.
  2. Alat Kelengkapan DPRD sebasaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf f bersifat tetap.
  3. Alat Kelengkapan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g berupa panitia khusus yang bersifat tidak tetap.
  4. Dalam menjalankan tugasnya, Alat Kelengkapan DPRD dibantu oleh sekretariat dan dapat dibantu oleh kelompok pakar atau tim ahli.
  5. Badan Musyawarah, Komisi , Bapemperda, Badan Anggaran, dan Badan Kehormatan dibentuk oleh DPRD pada awal masajabatan keanggotaan DPRD.
  6. Pembentukan Alat Kelengkapan DPRD ditetapkan dengan keputusan DPRD.

 

Pasal 25

Pimpinan Alat Kelengkapan DPRD tidak boleh merangkap sebagai pimpinan pada Alat Kelengkapan DPRD yang bersifat tetap lainnya kecuali Pimpinan DPRD yang merangkap sebagai pimpinan pada Badan Musyawarah dan Badan Anggaran.

 

 

Bagian Kedua

Pimpinan DPRD

Pasal 26

Pimpinan DPRD mempunyai tugas dan wewenang:

  1. memimpin rapat DPRD dan menyimpulkan hasil rapat untuk diambil keputusan;
  2. menyusun rencana kerja DPRD;
  3. menetapkan pembagian tugas antara Ketua dan Wakil Ketua ;
  4. melakukan koordinasi dalam upaya mensinergikan pelaksanaan agenda dan materi kegiatan dari Alat Kelengkapan DPRD;
  5. meWakil i DPRD dalam berhubungan dengan lembaga/instansi lain;
  6. menyelenggarakan konsultasi dengan Gubernur dan pimpinan lembaga/ instansi vertikal lainnya;
  7. meWakil i DPRD di pengadilan;
  8. melaksanakan keputusan DPRD tentang penetapan sanksi atau rehabilitasi Anggota DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
  9. menyampaikan laporan kinerja Pimpinan DPRD dalam rapat paripuma yang khusus diadakan untuk itu.

 

Pasal 27

  1. Proses penetapan Pimpinan DPRD dilaksanakan sesuai dengan UndangUndang mengenai pemerintahan daerah.
  2. Dalam hal Pimpinan DPRD belum terbentuk, DPRD dipimpin oleh pimpinan sementara DPRD yang ditetapkan sesuai dengan UndangUndang mengenai pemerintahan daerah.
  3. Pimpinan sementara DPRD bertugas:
    1. memimpin rapat DPRD;
    2. memfasilitasi proses pembentukan Fraksi; 
    3. memfasilitasi penyusunan daftar inventarisasi rancangan Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD; dan
    1. memproses penetapan Pimpinan DPRD definitif.

 

Pasal 28

Pimpinan DPRD merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial.

 

Pasal 29

  1. Masa jabatan Pimpinan DPRD terhitung sejak tanggal pengucapan sumpah/janji pimpinan dan berakhir bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan keanggotaan DPRD.
  2. Pimpinan DPRD berhenti dari jabatannya sebelum berakhir masa jabatannya karena:
    1. meninggal dunia;
    2. mengundurkan diri sebagai Pimpinan DPRD;
    3. diberhentikan sebagai Anggota DPRD sesuai dengan ketentuan Peraturan perundang-undangan; atau
    1. diberhentikan sebagai Pimpinan DPRD.
  3. Pimpinan DPRD diberhentikan sebagai Pimpinan DPRD dalam hal:
    1. terbukti melanggar sumpah/janji jabatan dan Kode Etik berdasarkan keputusan Badan Kehormatan; atau
    2. partai politik yang bersangkutan mengusulkan pemberhentian yang bersangkutan sebagai Pimpinan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  4. Dalam hal Ketua DPRD berhenti darijabatannya, para Wakil  Ketua  menetapkan salah seorang diantaranya untuk melaksanakan tugas Ketua  sampai dengan ditetapkannya Ketua pengganti defenitif.
  5. Dalam hal Ketua  dan Wakil  Ketua DPRD berhenti dari jabatannya dan tersisa 1 (satu) Wakil Ketua, Wakil  Ketua yang bersangkutan melaksanakan tugas Ketua  DPRD sampai dengan ditetapkannya Ketua  pengganti definitif.

 

Pasal 30

  1. Pimpinan DPRD menyampaikan keputusan DPRD tentang pemberhentian Pimpinan DPRD kepada Menteri melalui Gubernur sebagai Wakil  Pemerintah Pusat untuk peresmian pemberhentiannya paling lambat 7 (tujuh)hari terhitung sejak ditetapkan dalam rapat paripurna.
  2. Gubernur sebagai Wakil  Pemerintah Pusat menyampaikan keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak diterimanya keputusan DPRD.
  3. Keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan berita acara rapat paripurna.

 

Pasal 31

  1. Pengganti Pimpinan DPRD yang berhenti berasal dari partai politik yang sama dengan Pimpinan DPRD yang berhenti.
  2. Calon pengganti Pimpinan DPRD yang berhenti diusulkan oleh pimpinan partai politik untuk diumumkan dalam rapat paripurna dan ditetapkan dengan keputusan DPRD.
  3. Pimpinan DPRD mengusulkan peresmian pengangkatan calon pengganti Pimpinan DPRD kepada Menteri melalui Gubenur sebagai Wakil  Pemerintah Pusat.

 

Pasal 32

  1. Dalam hal Ketua DPRD sedang menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara, Pimpinan DPRD lainnya melaksanakan musyawarah untuk menentukan salah satu Pimpinan DPRD untuk melaksanakan tugas Ketua DPRD yang sedang menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara.
  2. Hasil musyawarah Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan Pimpinan DPRD.
  3. Pimpinan DPRD sementara yang melaksanakan tugas Ketua DPRD sebagaimana dimaksud ayat (1) berhenti bersamaan dengan Ketua  DPRD yang berhenti sementara melaksanakan tugas kembali.

 

Pasal 33

  1. Dalam hal salah seorang Pimpinan DPRD sedang menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara lebih dari 30 (tiga puluh) hari, pimpinan partai potitik asal Pimpinan DPRD yang berhalangan sementara mengusulkan kepada Pimpinan DPRD salah seorang Anggota DPRD yang berasal dari partai politik tersebut untuk melaksanakan tugas Pimpinan DPRD yang sedang menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara.
  2. Usulan pimpinan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan dalam rapat paripuma dan selanjutnya ditetapkan dengan keputusan DPRD.

 

Pasal 34

  1. Dalam hal seluruh Pimpinan DPRD sedang menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara, pimpinan partai politik asal Pimpinan DPRD mengusulkan Anggota DPRD dari partai politiknya untuk melaksanakan tugas Pimpinan DPRD yang sedang menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara.
  2. Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada DPRD paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak seluruh Pimpinan DPRD menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara.
  3. Usulan pimpinan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diumumkan dalam rapat paripurna dan selanjutnya ditetapkan dengan keputusan DPRD.
  4. Rapat paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dipimpin oleh Anggota DPRD paling tua dan/atau paling muda.
  5. Paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak diterimanya keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3), keputusan DPRD disampaikankepada Menteri melalui Gubernur sebagai Wakil  Pemerintah Pusat oleh Pimpinan DPRD bagi pelaksana tugas Pimpinan DPRD.
  6. Gubernur sebagai Wakil  Pemerintah Pusat menyampaikan usulan pelaksana tugas Pimpinan DPRD paling lama 7 (tujuh) hari kepada Menteri terhitung sejak diterimanya keputusan DPRD.

 

Pasal 35

  1. Pelaksana tugas Pimpinan DPRD melaksanakan tugas dan wewenang Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26.
  2. Pelaksana tugas Pimpinan DPRD ditetapkan dengan keputusan Menteri.
  3. Pelaksana tugas Pimpinan DPRD mendapatkan hak protokoler Pimpinan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 36

Dalam hal Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dan Pasal 34 terbukti tidak bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap:

  1. Menteri mengaktifkan kembali sebagai anggota DPRD dan/atau Pimpinan DPRD;
  2. Pimpinan DPRD melakukan rehabilitasi melalui pengumuman dalam rapat paripurna.

 

Bagian Ketiga

Badan Musyawarah

Pasal 37

  1. Anggota Badan Musyawarah paling banyak 1/2 (satu perdua) dari jumlah

Anggota DPRD berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap Fraksi.

  1. Susunan keanggotaan Badan Musyawarah ditetapkan dalam rapat paripurna setelah terbentuknya Pimpinan DPRD, Fraksi, Komisi , dan Badan Anggaran.
  2. Pimpinan DPRD karena jabatannya juga sebagai pimpinan Badan Musyawarah dan merangkap anggota Badan Musyawarah.
  3. Sekretaris DPRD karena jabatannya juga sebagai sekretaris Badan Musyawarah dan bukan sebagai anggota Badan Musyawarah.
  4. Perpindahan Anggota DPRD dalam Badan Musyawarah ke Alat Kelengkapan DPRD lain hanya dapat dilakukan setelah masa keanggotaannya dalam Badan Musyawarah paling singkat 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan berdasarkan usul Fraksi.

 

Pasal 38

  1. Badan Musyawarah mempunyai tugas dan wewenang:
    1. mengkoordinasikan sinkronisasi penyusunan rencana kerja tahunan dan 5 (lima) tahunan DPRD dari seluruh rencana kerja Alat Kelengkapan DPRD;
    1. menetapkan agenda DPRD untuk 1 (satu) tahun masa sidang, sebagian dari suatu masa sidang, perkiraan waktu penyelesaian suatu masalah, dan jangka waktu penyelesaian rancangan Perda;
    2. memberikan pendapat kepada Pimpinan DPRD dalam menentukan garis kebijakan pelaksanaan tugas dan wewenang DPRD;
    3. meminta dan/atau memberikan kesempatan kepada Alat Kelengkapan DPRD yang lain untuk memberikan keterangan atau penjelasan mengenai pelaksanaan tugas masing-masing;
    4. menetapkan jadwal acara rapat DPRD;
    5. memberi saran atau pendapat untuk memperlancar kegiatan DPRD;
    6. merekomendasikan pembentukan panitia khusus; dan 
    7. melaksanakan tugas lain yang diputuskan dalam rapat paripurna.
  2. Agenda DPRD yang telah ditetapkan oleh Badan Musyawarah hanya dapat diubah dalam rapat paripurna.
  3. Setiap anggota Badan Musyawarah wajib:
    1. berkonsultasi dengan Fraksi sebelum pengambilan keputusan dalam rapat Badan Musyawarah; dan
    2. menyampaikan hasil rapat Badan Musyawarah kepada Fraksi.

 

Bagian Keempat

Komisi 

Pasal 39

 Setiap Anggota DPRD, kecuali Pimpinan DPRD, menjadi anggota salah satu Komisi .

 DPRD beranggotakan 120 (seratus dua puluh) orang dan membentuk 5 (lima) Komisi .

  1. Jumlah keanggotaan setiap Komisi  ditetapkan dengan mempertimbangkan perimbangan dan pemerataan jumlah anggota antarKomisi .
  2. Keanggotaan dalam Komisi  diputuskan dalam rapat paripurna atas usul Fraksi pada awal tahun anggaran.
  3. Ketua, Wakil Ketua, dan Sekretaris Komisi  dipilih dari dan oleh anggota Komisi  dan dilaporkan dalam rapat paripuma.
  4. Masa jabatan Ketua, Wakil Ketua, dan sekretaris Komisi  selama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan.
  5. Dalam hal terdapat penggantian Ketua, Wakil Ketua, dan/atau Sekretaris Komisi , dilakukan kembali pemilihan Ketua, Wakil Ketua, dan/atau Sekretaris Komisi  sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
  6. Masajabatan pengganti Ketua, Wakil Ketua, dan/atau Sekretaris Komisi  meneruskan sisa masa jabatan yang digantikan.
  7. Perpindahan Anggota DPRD antarKomisi  dapat dilakukan setelah masa keanggotaannya dalam Komisi  paling singkat 1 (satu) tahun berdasarkan usul Fraksi.

 

Pasal 40

Komisi  mempunyai tugas dan wewenang:

  1. memastikan terlaksananya kewajiban daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah dan kewajiban lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. melakukan pembahasan rancangan Perda;
  3. melakukan pembahasan rancangan keputusan DPRD sesuai dengan ruang lingkup tugas Komisi ;
  4. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda sesuai dengan ruang lingkup tugas Komisi ;
  5. membantu Pimpinan DPRD dalam penyelesaian masalah yang disampaikan oleh Gubernur dan/atau masyarakat kepada DPRD;
  6. menerima, menampung, dan membahas serta menindak lanjuti aspirasi masyarakat;
  7. mengupayakan peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah;
  8. melakukan kunjungan kerja Komisi  atas persetujuan Pimpinan DPRD;
  9. mengadakan rapat kerja dan rapat dengar pendapat;
  10. mengajukan usul kepada Pimpinan DPRD yang termasuk dalam ruang lingkup bidang tugas Komisi ; dan
  11. memberikan laporan tertulis kepada Pimpinan DPRD tentang hasil pelaksanaan tugas Komisi .

 

 

Pasal 41

Pembahasan rancangan Perda oleh Komisi  dapat melibatkan Komisi  lain dan/atau Alat KelengkapanDPRD terkait berdasarkan keputusan DPRD.

 

 

Bidang Tugas Komisi 

Pasal 42

Komisi  – Komisi  DPRD terdiri atas:

  1. Komisi  I: Bidang Pemerintahan, meliputi :

 Pemerintahan, Ketentraman dan Ketertiban, Kependudukan, Penerangan dan Pers, Hukum Perundang-undangan dan Hak Asasi Manusia, Kepegawaian, Aparatur dan Penanganan KKN, Perijinan, Partai Politik dan Organisasi Kemasyarakatan, Pertanahan, Kekayaan Daerah, Telematika, Kerja Sama dan Penyelesaian Perselisihan, Polisi Pamong Praja, Pendidikan dan Pelatihan Aparatur.

  1. Komisi  II: Bidang Perekonomian, meliputi:

            Perdagangan dan Perindustrian, Wilayah Kelautan Daerah, Konservasi Alam,Ketahanan Pangan, Pertanian Tanaman Pangan, Peternakan, Perikanan, Perkebunan, Kehutanan, Logistik, Koperasi danUsaha Kecil,Pariwisata serta Perlindungan Konsumen.

  1. Komisi  III: Bidang Keuangan, meliputi:

 Pendapatan Asli Daerah (Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil BUMD dan Pengelolaan Kekayaan Daerah dan Harta lainnya yang dipisahkan, lain-lain PAD yang sah), Dana Perimbangan (PBB, Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Penerimaan Sektor Kehutanan, Pertambangan Umum dan Perikanan, Penerimaan dari Pertambangan Minyak dan Gas Alam), Pajak Air, Pinjaman Daerah, Perbankan, Dunia Usaha, Otorita, Pemberdayaan dan Pengembangan BUMD, serta Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri, dan lain-lain penerimaan yang sah.

  1. Komisi  IV : Bidang Pembangunan, meliputi:

 Pekerjaan Umum (Kebinamargaan, Pengairan, Tata Ruang dan Permukiman), Perencanaan dan Pengendalian, Pembangunan Regional, Pengelolaan Pelabuhan Laut dan Udara Regional, Perhubungan dan Telekomunikasi, Pertambangan dan Energi, Perumahan Rakyat, Penelitian dan Pengembangan Daerah, Pengendalian dan Perlindungan Lingkungan Hidup.

  1. Komisi  V : Bidang Kesejahteraan Rakyat, meliputi:

                Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Industri Strategis, Ketenagakerjaan termasuk perlindungan TKI, Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda dan Olah Raga, Agama, Sosial, Kesehatan, Keluarga Berencana,  Pemberdayaan Perempuan, Transmigrasi, serta Penanganan Penyandang Cacat dan Anak Terlantar.

 

 

 

 

 

 

Bagian Kelima

Bapemperda

Pasal 43

 Anggota Bapemperda ditetapkan dalam rapat paripurna menurut perimbangan dan pemerataan anggota Komisi .

 Jumlah anggota Bapemperda paling banyak sejumlah anggota Komisi  yang terbanyak.

  1. Pimpinan Bapemperda terdiri atas 1 (satu) orang Ketua dan 1 (satu) orang Wakil  Ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Bapemperda
  2. Sekretaris DPRD karena jabatannya juga sebagai Sekretaris Bapemperda dan bukan sebagai anggota Bapemperda.
  3. Masa jabatan pimpinan Bapemperda selama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan.
  4. Perpindahan Anggota DPRD dalam Bapemperda ke Alat Kelengkapan DPRD lain dapat dilakukan setelah masa keanggotaannya dalam Bapemperda paling singkat 1 (satu) tahun berdasarkan usul Fraksi.

 

Pasal 44

Bapemperda memiliki tugas dan wewenang:

  1. menyusun rancangan Program Pembentukan Perda yang memuat daftar urut rancangan Perda berdasarkan skala Prioritas pembentukan rancangan Perda disertai alasan untuk setiap tahun anggaran di lingkungan DPRD;
  2. mengkoordinasikan penyusunan program pembentukan Perda antara DPRD dan Pemerintah Daerah;
  3. menyiapkan rancangan Perda yang berasal dari DPRD yang merupakan usulan Bapemperda berdasarkan program Prioritas yang telah ditetapkan;
  4. melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan Perda yang diajukan anggota, Komisi , atau gabungan Komisi  sebelum rancangan Perda disampaikan kepada Pimpinan DPRD, melalui rapat dengar pendapat, rapat kerja, rapat konsultasi, dan rapat dengar pendapat umum;
  5. mengikuti pembahasan rancangan Perda yang diajukan olehDPRD dan Pemerintah Daerah;
  6. memberikan pertimbangan terhadap usulan penyusunan rancangan Perda yang diajukan oleh DPRD dan Pemerintah Daerah di luar program pembentukan Perda;
  7. memberikan pertimbangan kepada Pimpinan DPRD terhadap rancangan Perda yang berasal dari Pemerintah Daerah;
  8. mengikuti perkembangan dan melakukan evaluasi terhadap pembahasan materi muatan rancangan Perda melalui koordinasi dengan Komisi  dan/atau panitia khusus;
  9. memberikan masukan kepada Pimpinan DPRD atas rancangan Perda yang ditugaskan oleh Badan Musyawarah;
  10. melakukan kajian Perda dan hasil pengkajian Bapemperda disampaikan oleh Pimpinan DPRD dan rapat paripuma 
  11. membuat laporan kinerja pada masa akhir keanggotaan DPRD dan menginventarisasi permasalahan dalam pembentukan Perda sebagai bahan bagi Komisi  pada masa keanggotaan berikutnya.

 

Bagian Keenam

Badan Anggaran

Pasal 45

  1. Anggota Badan Anggaran diusulkan oleh masing-masing Fraksi dengan mempertimbangkan keanggotaannya dalam Komisi  dan paling banyak l/2 (satu perdua) dari jumlah Anggota DPRD.
  2. Ketua dan Wakil  Ketua DPRD juga sebagai pimpinan Badan Anggaran dan merangkap anggota Badan Anggaran.
  3. Susunan keanggotaan, Ketua, dan Wakil  Ketua Badan Anggaran ditetapkan dalam rapat paripurna.
  4. Sekretaris DPRD karena jabatannya juga sebagai Sekretaris Badan Anggaran dan bukan sebagai anggota.
  5. Perpindahan Anggota DPRD dalam Badan Anggaran ke Alat Kelengkapan lainnya hanya dapat dilakukan setelah masa keanggotaannya dalam Badan Anggaran paling singkat 1 (satu) tahun berdasarkan usul Fraksi.

 

Pasal 46 Badan Anggaran mempunyai tugas dan wewenang:

  1. memberikan saran dan pendapat berupa pokok pikiran DPRD kepada Gubernur dalam mempersiapkan rancangan APBD sebelum Peraturan Gubernur tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) ditetapkan;
  2. sebelum RKPD ditetapkan, Badan Anggaran meminta konfirmasi kepada Gubernur melalui Rapat Konsultasi terkait pokok pikiran DPRD.
  3. melaksanakan Rapat Konsultasi dengan Komisi -Komisi  untuk membahas rekomendasi Komisi .
  4. melakukan konsultasi yang diwakili oleh anggotanya dengan Komisi  terkait untuk memperoleh masukan dalam rangka pembahasan rancangan Kebijakan Umum APBD dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara;
  5. memberikan saran dan pendapat kepada Gubernur dalam mempersiapkan rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD;
  6. melakukan penyempurnaan rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD berdasarkan hasil evaluasi Menteri bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah;
  7. melakukan pembahasan bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah terhadap rancangan Kebijakan Umum APBD dan rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara yang disampaikan oleh Gubernur; dan
  8. memberikan saran kepada Pimpinan DPRD dalam penyusunan anggaran belanja DPRD.

 

Bagan Ketujuh

Badan Kehormatan

Pasal 47

 Anggota Badan Kehormatan dipilih dari dan oleh Anggota DPRD dengan jumlah 9 (sembilan) orang.

 Pimpinan Badan Kehormatan terdiri atas 1 (satu) orang Ketua dan 1 (satu) orang Wakil  Ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Kehormatan.

  1. Anggota Badan Kehormatan dipilih dan ditetapkan dalam rapat paripurna berdasarkan usul dari masing-masing Fraksi.
  2. Masing-masing Fraksi berhak mengusulkan 1 (satu) orang calon anggota Badan Kehormatan.
  3. Perpindahan Anggota DPRD dalam Badan Kehormatan ke Alat Kelengkapan lainnya dapat dilakukan setelah masa keanggotaannya dalam Badan Kehormatanpaling singkat 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan berdasarkan usul Fraksi.

 

Pasal 48

  1. Badan Kehormatanmempunyai tugas:
    1. memantau dan mengevaluasi disiplin dan kepatuhan Anggota DPRD terhadap sumpah/janji dan Kode Etik;
    2. meneliti dugaan pelanggaran terhadap sumpah/janji dan Kode Etik yang dilakukan anggota DPRD;
    3. melakukan penyelidikan, verilikasi, dan klarifikasi atas pengaduan

Pimpinan DPRD, Anggota DPRD, dan/atau masyarakat; dan

    1. melaporkan keputusan Badan Kehormatan atas hasil penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi sebagaimana dimaksud pada huruf c kepadarapat paripuma.
  1. Tugas Badan Kehormatan dilaksanakan untuk menjaga moral, martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas DPRD.
  2. Dalam melaksanakan penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, Badan Kehormatan dapat meminta bantuan dari ahli independen.

 

Pasal 49

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48, Badan Kehormatan berwenang:

  1. memanggil anggota DPRD yang diduga melakukan pelanggaran sumpah/janji dan Kode Etik untuk memberikan klarifikasi atau pembelaan atas pengaduan dugaan pelanggaran yang dilakukan;
  2. meminta keterangan pelapor, saksi, atau pihak lain yang terkait, termasuk meminta dokumen atau bukti lain; dan
  3. menjatuhkan sanksi kepada anggota DPRD yang terbukti melanggar sumpah/janji dan Kode Etik.

 

Pasal 50

  1. Pimpinan DPRD, anggota DPRD, dan/atau masyarakat menyampaikan pengaduan dugaan pelanggaran oleh anggota DPRD secara tertulis kepada Pimpinan DPRD dengan tembusan kepada Badan Kehormatan disertai identitas pelapor yang jelas dan bukti dugaan pelanggaran.
  2. Pimpinan DPRD wajib meneruskan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Badan Kehormatan paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal pengaduan diterima.
  3. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)   Pimpinan    DPRD    tidak    meneruskan    pengaduan    kepada    Badan Kehormatan, Badan Kehormatan menindaklanjuti pengaduan tersebut.

 

Pasal51

  1. Setelah menerima pengaduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, Badan Kehormatan melakukan penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi dengan cara:
    1. meminta keterangan dan penjelasan kepada pengadu, saksi, teradu, dan/atau pihak lain yang terkait; dan/atau
    2. memverifikasi dokumen atau bukti Lain yang terkait.
  2. Hasil penyelidikan, verifrkasi, dan klarifikasi Badan Kehormatan dituangkan dalam berita acara.
  3. Pimpinan DPRD dan Badan Kehormatan menjamin kerahasiaan hasil penyelidikan, verifikasi dan klarifikasi.

 

Pasal 52

  1. Dalam hal teradu terbukti melakukan pelanggaran atas sumpah/janji dan Kode Etik, Badan Kehormatan menjatuhkan sanksi berupa: a. teguran lisan;
    1. teguran tertulis;
    2. mengusulkan pemberhentian sebagai pimpinan Alat Kelengkapan

DPRD;

    1. mengusulkan pemberhentian sementara sebagai anggota DPRD; dan/atau
    2. mengusulkan pemberhentian sebagai anggota DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

  1. Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan Badan Kehormatan dan diumumkan dalam rapat paripurna.
  2. Sanksi berupa pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d dipublikasikan olehDPRD.

 

Pasal 53

  1. Dalam hal Badan Kehormatan memberikan sanksi pemberhentian sebagai pimpinan Alat Kelengkapan DPRD, dilakukan pergantian pimpinan Alat Kelengkapan DPRD paling lama 30 (tiga puluh)hari terhitung sejak diumumkan dalam rapat paripurna.

 

  1. Jadwal rapat paripurna sebagaimana dimaksud padaayat (1) ditetapkan oleh Badan Musyawarah palinglama 10 (sepuluh) hariterhitung sejak keputusan Badan Kehormatan.

 

Pasal 54

Keputusan Badan Kehormatan mengenai penjatuhansanksi berupa pemberhentian sebagai anggota DPRD diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 55

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Pengaduanmasyarakat, penjatuhan sanksi, dan tata beracara BadanKehormatan diatur dalam Peraturan DPRD tentang tataberacara Badan Kehormatan.

 

Bagian Kedelapan

Panitia Khusus

Pasal 56

  1. Panitia khusus dibentuk dalam rapat paripurna atas usul anggota DPRD setelah mendapat pertimbangan Badan Musyawarah.
  2. Pembentukan panitia khusus ditetapkan dengan keputusan DPRD.
  3. Pembentukan panitia khusus dalam waktu yang bersamaan paling banyak sama jumlahnya dengan Komisi .
  4. Masa kerja panitia khusus:
    1. paling lama 1 (satu) tahun untuk tugaspembentukan Perda; atau 
    2. paling lama 6 (enam) bulan untuk tugas selainpembentukan Perda.
  5. Panitia khusus melaporkan tugas sebelum akhir masakerja dalam rapat paripurna.

 

Pasal 57

  1. Jumlah anggota panitia khusus ditetapkan paling banyak 25 (dua puluh lima) orang yang terdiri atas anggota Komisi  terkait yang diusulkan oleh masing-masing Fraksi.
  2. Ketua dan Wakil -Wakil Ketua panitia khusus dipilih dari dan oleh anggota panitia khusus.

 

Bagian Kesembilan

Kelompok Pakar dan Tim Ahli

Pasal 58

  1. Kelompok pakar atau tim ahli Alat Kelengkapan DPRD diangkat dan diberhentikan dengan keputusan sekretaris DPRD sesuai dengan kebutuhan atas usul anggota DPRD, dan pimpinan Alat Kelengkapan DPRD.
  2. Kelompok pakar atau tim ahli bekerja sesuai denganpengelompokan tugas dan wewenang DPRD yangtercermin dalam Alat Kelengkapan DPRD.
  3. Kriteria, jumlah, dan pengadaan kelompok pakar atau tim ahli paling banyak 3 (tiga) orang dalam setiap kegiatan alat kelangkapan DPRD.
  4. Pembayaran kompensasi bagi kelompok pakar atau timahli Alat Kelengkapan DPRD didasarkan pada kehadiran sesuai dengan kebutuhan DPRD atau kegiatan tertentu DPRD dan dapat ditakukan dengan harga satuan oranghari atau orang bulan.
  5. Ketentuan mengenai besaran kompensasi kelompok pakaratau tim ahli Alat Kelengkapan DPRD diatur dalam Pergub dengan memperhatikan standar keahlian sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

 

BAB V

RENCANA KERJA 

Pasal 59

  1. Rencana kerja DPRD disusun berdasarkan usulan rencana kerja Alat Kelengkapan DPRD kepada Pimpinan DPRD.
  2. Rencana kerja DPRD dalam bentuk program dan daftar kegiatan,
  3. Pimpinan DPRD menyampaikan rencana kerja DPRD kepada Sekretaris DPRD untuk dilakukan penyelarasan.
  4. Pimpinan DPRD mengundang seluruh pimpinan AKD dalam rapat gabungan untuk membahas penyelarasan sebagaimana dimaksud ayat

(3).

  1. Hasil penyelarasan rencana kerja DPRD disampaikan kepada Pimpinan DPRD untuk dibahas dan ditetapkan dalam rapat paripurna.
  2. Rencana kerja DPRD yang telah ditetapkan dalam rapat paripurna menjadi pedoman bagi Sekretariat DPRD dalam menyusun dokumen rencana dan anggaran Sekretariat DPRD untuk anggaran tahun berikutnya.
  3. Penetapan rencana kerja DPRD paling lambat tanggal 30 September tahun berjalan.

 

Pasal 60

  1. Alat Kelengkapan DPRD menyampaikan hasil pelaksanaan rencana kerja dalam rapat paripurna setiap akhir tahun.
  2. Pimpinan DPRD mempublikasikan ringkasan hasil pelaksanaan rencana kerja kepada masyarakat paling sedikit setahun sekali.

 

 

 

BAB VI

PELAKSANAAN HAK DPRD DAN HAK ANGGOTA DPRD

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 61

  1. DPRD mempunyai hak:
    1. interpelasi;
    2. angket; dan
    3. menyatakan pendapat.
  2. Anggota DPRD mempunyai hak:
    1. mengajukan rancangan Perda;
    2. mengajukanpertanyaan;
    3. menyampaikan usul dan pendapat;
    4. memilih dan dipilih;
    1. membela diri;
    2. imunitas;
    3. mengikuti orientasi dan pendalaman tugas;
    4. protokoler; dan
    5. keuangan dan administratif.

 

Bagian Kedua,

Hak Interpelasi

Pasal 62

  1. Usul pelaksanaan hak interpelasi yang telahmemenuhi ketentuan Undang-Undang mengenaipemerintahan daerah diajukan Anggota DPRD kepadaPimpinan DPRD untuk dilaporkan pada rapat paripurna.
  2. Pengusulan hak interpelasi sebagaimana dimaksudpada ayat (1) disertai dengan dokumen yang memuatpaling sedikit:
    1. materi kebijakan dan/atau pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah; dan
    2. balasan permintaan keterangan.

 

Pasal 63

  1. Rapat paripurna mengenai usul hak interpelasi dilakukan dengan tahapan:
    1. pengusul menyampaikan penjelasan lisan atas usul hak interpelasi;
    2. Anggota DPRD lainnya memberikan pandangan melalui Fraksi atas penjelasan pengusul; dan
    3. para pengusul memberikan tanggapan atas pandangan para anggota DPRD.
  2. UsuI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadihak interpelasi DPRD apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna yang dihadiri lebih dari l/2 (satuperdua) jumlah Anggota DPRD dan keputusan diambil dengan persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah anggota DPRD yang hadir.

 

  1. Pengusul dapat menarik kembali usulannya sebelum usul hak interpelasi memperoleh keputusan dalamrapat paripuma.
  2. Keputusan DPRD mengenai hak interpelasi sebegaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Gubernur.

 

Pasal64

  1. Dalam rapat paripurna mengenai penjelasan Gubernur:
    1. Gubernur hadir memberikan penjelasan; dan
    2. setiap anggota DPRD dapat mengajukan pertanyaan.
  2. Dalam hal Gubernur berhalangan hadir untuk memberikan penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Gubernur menugaskan pejabat terkait untuk meWakil i.
  3. Pandangan DPRD atas penjelasan Gubernur ditetapkan dalam rapat paripurna dan disampaikan secara tertulis kepada Gubernur.
  4. Pandangan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dijadikan bahan untukDPRD dalam pelaksanaan fungsi pengawasan dan untuk Gubernur dijadikan bahan dalam penetapan pelaksanaan kebijakan.

 

 

Bagian Ketiga

Hak Angket

Pasal 65

  1. Usul pelaksanaan hak angket yang telah memenuhi ketentuan UndangUndang mengenai pemerintahan daerah diajukan Anggota DPRD kepada Pimpinan DPRD untuk diputuskan pada rapat paripurna.
  2. Pengusulan hak angket sebagaimana dimaksud padaayat (1) disertai dengan dokumen yang memuat paling sedikit:
    1. materi kebijakan dan/atau pelaksanaanperaturan perundangundangan yang akandiselidiki; dan
    2. alasanpenyelidikan.

 

Pasal 66

  1. Rapat paripurna mengenai usul hak angket dilakukandengan tahapan:
    1. pengusul menyampaikan penjelasan lisan atasusul hak angket;
    2. Anggota DPRD lainnya untuk memberikanpandangan melalui Fraksi; dan
    3. pengusul memberikan jawaban atas pandangan anggota DPRD:
  2. Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadihak angket jika mendapat persetujuan dari rapatparipurna yang dihadiri paling sedikit 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD dan Putusandiambil dengan persetujuan paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah Anggota DPRD yang hadir.
  3. Pengusul dapat menarik kembali usulannya sebelumusul hak angket memperoleh keputusan dalam rapatparipurna.
  4. Dalam hal usul hak angket disetujui DPRD:
    1. membentuk panitia angket yang terdiri atassemua unsur Fraksi yang ditetapkan dengankeputusan DPRD; dan
    2. menyampaikan keputusan penggunaan hakangket secara tertulis kepada Gubernur.
  5. Dalam hal DPRD menolak usul hak angket, usul tersebut tidak dapat diajukan kembali.

 

Pasal 67

  1. Panitia angket DPRD dalam melakukan penyelidikan dapat memanggil pejabat Pemerintah Daerah, badan hukum, atau warga masyarakat yang dianggap mengetahui atau patut mengetahui masalah yangdiselidiki untuk memberikan keterangan serta untukmeminta menunjukkan surat atau dokumen yangberkaitan dengan hal yang sedang diselidiki.
  2. Pejabat Pemerintah Daerah, badan hukum, atauwarga masyarakat yang dipanggil sebagaimanadimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi panggilanDPRD, kecuali ada alasan yang sah menurutketentuan Peraturan perundang-undangan.
  3. Dalam hal pejabat Pemerintah Daerah, badan hukum,atau warga masyarakat telah dipanggil dengan patut secara berturut-turut tidak memenuhi panggilan DPRD dapat memanggil secara paksa dengan bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 68

Dalam hal hasil penyelidikan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 67 diterima oleh DPRD dan ada indikasitindak pidana, DPRD menyerahkan penyelesaian prosestindak pidana kepada aparat penegak hukum sesuaidengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 69

Panitia angket melaporkan pelaksanaan tugasnya kepadarapat paripurna paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak dibentuknya panitia angket.

 

Bagian Keempat

Hak Menyatakan Pendapat

Pasal 70

  1. Usul pelaksanaan hak menyatakan pendapat yangtelah memenuhi ketentuan Undang-Undang mengenai pemerintahan daerah diajukan Anggota DPRD kepada Pimpinan DPRD untuk diputuskan pada rapat paripurna.
  2. Pengusulan hak menyatakan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan dokumen yang memuat paling sedikit:
    1. materi dan alasan pengajuan usulan pendapat;dan
    2. materi hasil pelaksanaan hak interpelasidan/atau hak angket.
  3. Usul pernyataan pendapat dilaksanakan oleh Pimpinan DPRD disampaikan dalam rapat paripurna.

 

Pasal 71

  1. Rapat paripurna mengenai usul pernyataan pendapat dilakukan dengan tahapan:
    1. pengusul menyampaikan penjelasan lisan atasusul hak angket;
    2. Anggota DPRD lainnya memberikan pandanganmelalui Fraksi;
    3. Gubernur memberikan pendapat; dan
    4. pengusul memberikan jawaban atas pandangan Anggota DPRD dan pendapat Gubernur.
  2. Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hak menyatakan pendapat DPRD apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna yang dihadiri paling sedikit 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir.
  3. Dalam hal rapat paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dihadiri paling sedikit 3/4 (tiga perempat) dari jumlah Anggota DPRD, rapat ditunda paling banyak 2 (dua) kali dengan tenggang waktu masingmasing tidak lebih dari 1 (satu) jam.
  4. Apabila pada akhir waktu penundaan rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) jumlah anggota DPRD tidak terpenuhi, pimpinan rapat dapat menunda rapat paling lama 3 (tiga) hari kerja.
  5. Apabila setelah penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) belum juga terpenuhi, pelaksanaan rapat paripurna pernyataan pendapat dapat diagendakan pada masa sidang berikutnya oleh Badan Musyawarah.
  6. Pengusul dapat menarik kembali usulannya sebelum usul pernyataan pendapat memperoleh keputusan DPRD dalam rapat paripurna.
  7. Dalam hal usul pernyataan pendapat disetujui, ditetapkan keputusan DPRD yang memuat:
    1. pernyataan pendapat;
    2. saran penyelesaiannya; dan
    3. peringatan.

 

Bagian Kelima

Pelaksanaan Hak Anggota

Paragraf I

Hak Mengajukan Rancangan Perda

Pasal 72

  1. Setiap Anggota DPRD mempunyai hak mengajukanrancangan Perda.
  2. Usul prakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada Pimpinan DPRD dalam bentuk rancangan Perda disertai penjelasan secara tertulis dan diberikan nomor pokok oleh sekretariat DPRD.

 

Paragraf 2

Hak Mengajukan Pertanyaan

Pasal 73

  1. Setiap Anggota DPRD dapat mengajukan pertanyaan kepada Pemerintah Daerah berkaitan dengan tugas, fungsi, dan wewenang DPRD, baik secara lisan maupun secara tertulis.
  2. Jawaban terhadap pertanyaan Anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara lisan atau secara tertulis dalam tenggang waktu yang disepakati bersama.

 

Paragraf 3

Hak Menyampaikan Usul dan Pendapat

Pasal 74

  1. Setiap anggota DPRD dalam rapat DPRD berhak  mengajukan usul dan pendapat baik kepada Pemerintah Daerah maupun kepada Pimpinan DPRD.
  2. Usul dan pendapat sebagaimana dimaksud padaayat (1), disampaikan dengan memperhatikan tatakrama, etika, moral, sopan santun, dan kepatutan sesuai Kode Etik.

 

Paragraf 4

Hak Memilih dan Dipilih

Pasal 75

Setiap Anggota DPRD berhak untuk memilih dan dipilih menjadi pimpinan Alat Kelengkapan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

 

Paragraf 5

Hak Membela Diri

Pasal 76

Anggota DPRD yang diduga melakukan pelanggaran sumpah/janji dan Kode Etik diberi kesempatan untuk membela diri dan/atau memberikan keterangan kepada Badan Kehormatan.

 

Paragraf 6

Hak Imunitas

Pasal 77

Anggota DPRD mempunyai hak imunitas dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undangmengenai pemerintahan daerah.

 

Paragraf 7

Hak Mengikuti Orientasi dan

Pendalaman Tugas

Pasal 78

  1. Anggota DPRD mempunyai hak untuk mengikutiorientasi pelaksanaan tugas sebagai Anggota DPRD pada permulaan masa jabatannya dan mengikutipendalaman tugas pada masa jabatannya.
  2. Orientasi dan pendalaman tugas Anggota DPRD dapatdilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, sekretariat DPRD, partai politik,atau perguruan tinggi.
  3. Pendanaan untuk pelaksanaan orientasi dan pendalaman tugas anggota DPRD dibebankan padapenyelenggara.
  4. Anggota DPRD melaporkan hasil pelaksanaan orientasi dan pendalaman tugas kepada Pimpinan DPRD dan kepada Pimpinan Fraksi.

 

 

Paragraf 8

Hak Protokoler

Pasal 79

  1. Pimpinan dan Anggota DPRDProvinsi mempunyai Hak Protokoler.
  2. Hak Protokoler sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

 

Paragraf 9

Hak Keuangan dan Administratif

Pasal 80

  1. Pimpinan dan Anggota DPRD mempunyai hak keuangan dan administratif.
  2. Hak keuangan dan administratif  Pimpinan dan Anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
  3. Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, pimpinan dan anggota DPRD berhak memperoleh tunjangan yang besarannya disesuaikan dengan kemampuan Daerah.
  4. Pengelolaan hak keuangan dan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan oleh sekretariat DPRD provinsi sesuai dengan peraturan pemerintah.

 

Bagian Keenam

Kewajiban Anggota DPRD Pasal 81

Anggota DPRD mempunyai kewajiban: 

  1. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila;
  2. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati  ketentuan peraturan perundang-undangan;
  3. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  4. mendahulukan kepentingan negara diatas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan;
  5. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat;
  6. menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintah di daerah;
  7. menaati Tata Tertib dan Kode Etik DPRD;
  8. menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
  9. menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secara berkala;
  10. menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat; dan
  11. memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada konstituen didaerah pemilihannya.

 

 

BAB VII

PERSIDANGAN DAN RAPAT DPRD

Bagian Kesatu

Acara Resmi

Pasal 82

  1. Pimpinan dan anggota DPRD memperoleh kedudukan protokol dalam acara resmi.
  2. Acara resmi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
    1. acara resmi pemerintah yang diselenggarakan di Daerah;
    2. acara resmi Pemerintah Daerah yang menghadirkan Pejabat Pemerintah;
    1. acara resmi Pemerintah Daerah yang dihadiri oleh Pejabat Pemerintah Daerah.

 

Pasal 83

Tata tempat dalam rapat-rapat DPRD sebagai berikut :

  1. Ketua DPRD didampingi oleh Wakil -Wakil  Ketua DPRD;
  2. Gubernur dan Wakil Gubernur ditempatkan sejajar dan disebelah kanan Ketua  DPRD;
  3. Wakil -Wakil  Ketua DPRD duduk disebelah kiri Ketua DPRD;
  4. Anggota DPRD menduduki tempat yang telah disediakan untuk anggota;
  5. Sekretaris DPRD, peninjau dan undangan sesuai dengan kondisi ruang rapat.

 

Pasal 84

  1. Tata upacara dalam acara resmi dapat berupa upacara bendera atau bukan upacara bendera.
  2. Untuk keseragaman, kelancaran, ketertibandan kekhidmatan jalannya acara resmi, diselenggarakan tata upacara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 85

  1. Pimpinan dan Anggota DPRD mendapat hak keprotokolan sesuai dengan hak keprotokolan yang diberikan kepada pejabat pemerintah.
  2. Hak keprotokolan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  3. Dalam hal Anggota DPRD meWakil i Pimpinan DPRD dalam acara resmi yang ditugaskan Pimpinan DPRD, diberikan hak keprotokolan yang sesuai dengan Pimpinan DPRD.

 

Bagian Kedua

Persidangan

Pasal 86

 

  1. Tahun sidang DPRD dimulai pada saat pengucapan sumpah/janji AnggotaDPRD.
  2. Tahun sidang dibagi dalam 3 (tiga) masa persidangan.
  3. Masa persidangan meliputi masa sidang dan masareses, kecuali pada persidangan terakhir dari 1 (satu)periode keanggotaan DPRD, masa reses ditiadakan.
  4. Dalam hal pelaksanaan masa persidangan bersamaandengan pelaksanaantugas dan kewajiban DPRD yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan,pelaksanaan reses dilaksanakan setelah selesainyapelaksanaan tugas dan kewajiban yang diamanatkandalam peraturan perundang-undangan.

 

Bagian Ketiga

Jenis Rapat

Pasal 87

  1. Jenis rapat DPRD terdiri atas:
    1. rapat paripuma;
    2. rapat Pimpinan DPRD;
    3. rapat Fraksi;
    4. rapat konsultasi;
    5. rapat Badan Musyawarah;
    6. rapat Komisi ;
    7. rapat gabungan Komisi ;
    8. rapat Badan Anggaran;
    9. rapat Bapemperda;
    10. rapat Badan Kehormatan;
    11. rapat panitia khusus;
    12. rapat kerja;
    13. rapat dengar pendapat; dan
    14. rapat dengar pendapat umum.
  2. Rapat paripurna merupakan forum rapat tertinggi Anggota DPRD yang dipimpin oleh Ketua  atau Wakil Ketua  DPRD.
  3. Rapat Pimpinan DPRD merupakan rapat para anggotaPimpinan DPRD yang dipimpin oleh Ketua  atau Wakil Ketua  DPRD.
  4. Rapat Fraksi merupakan rapat anggota Fraksi yangdipimpin oleh Pimpinan Fraksi.
  5. Rapat konsultasi merupakan rapat antara PimpinanDPRD dengan Pimpinan Fraksi dan Pimpinan Alat Kelengkapan DPRD yang dipimpin oleh Ketua  atauWakil  Ketua  DPRD.
  6. Rapat Badan Musyawarah merupakan rapat anggotaBadan Musyawarah yang dipimpin oleh Ketua atauWakil  Ketua  Badan Musyawarah.
  7. Rapat Komisi  merupakan rapat anggota Komisi  yangdipimpin oleh Ketua  atau Wakil  Ketua  Komisi .
  8. Rapat gabungan Komisi  merupakan rapat antarKomisi yang dipimpin oleh Ketua  atau Wakil  Ketua  DPRD.
  9. Rapat Badan Anggaran merupakan rapat anggotaBadan Anggaran yang dipimpin oleh Ketua  atau Wakil Ketua Badan Anggaran.
  10. Rapat Bapemperdamerupakan rapat anggotaBapemperda yang dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua Bapemperda.
  11. Rapat Badan Kehormatan merupakan rapat anggotaBadan Kehormatan yang dipimpinoleh Ketua  atauWakil  Ketua Badan Kehormatan.
  12. Rapat panitia khusus merupakan rapat anggotapanitia khusus yang dipimpin oleh Ketua  atau Wakil -Wakil Ketua panitia khusus.
  13. Rapat kerja merupakan rapat antara Badan Anggaran,Komisi , gabungan Komisi , Bapemperda, atau panitiakhusus dan Gubernur atau pejabat yangditunjuk.
  14. Rapat dengar pendapat merupakan rapat antaraKomisi , gabungan Komisi , Bapemperda, Badan Anggaran, atau panitia khusus dan PemerintahDaerah.
  15. Rapat dengar pendapat umum merupakan rapatantara Komisi , gabungan Komisi , Bapemperda, Badan Anggaran, atau panitia khusus dan perseorangan kelompok, organisasi, atau badan swasta.

 

Bagian Keempat

Sifat Rapat

Pasal 88

  1. Rapat  DPRD yang bersifat terbuka meliputi Rapat Paripurna DPRD, dan Rapat Dengar Pendapat Umum. 
  2. Rapat  DPRD yang bersifat tertutup meliputi rapat Pimpinan DPRD, rapat konsultasi, rapat Badan Musyawarah, rapat Badan Anggaran, dan rapat Badan Kehormatan.
  3. Rapat DPRD yang bersifat terbuka dan dapat dinyatakan tertutup meliputi rapat Komisi , rapat gabungan Komisi , rapat panitia khusus, rapat Badan Pembentukan Perda, rapat kerja, dan rapat dengar pendapat.

 

Pasal 89

  1. Semua rapat di DPRD pada dasarnya bersifat terbuka, kecuali rapat tertentu yang dinyatakan tertutup;
  2. Rapat DPRDsebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (3) dinyatakan tertutup oleh pimpinan rapat berdasarkan kesepakatan peserta rapat sesuai dengan substansi yang akan dibahas.

 

Pasal 90

  1. Pengambilan keputusan dalam rapat DPRD pada dasarnya dilakukan dengan cara musyawarah untuk mufakat.
  2. Dalam hal cara pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.

 

Pasal 91

  1. Pembicaraan dalam rapat tertutup yang bersifat rahasia tidak boleh diumumkan dengan cara apapun juga. 
  2. Sifat rahasia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga harus dipegang teguh oleh mereka yang mengetahui atau mendengar pembicaraan rapat tertutup tersebut.
  3. Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 92

 

  1. Rapat-rapat DPRD bersifat terbuka untuk umum, kecuali dinyatakan tertutup berdasarkan tata tertib DPRD atau atas kesepakatan diantara Pimpinan DPRD. 
  2. Rapat tertutup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengambil keputusan, kecuali : 
    1. pemilihan Ketua /Wakil  Ketua  DPRD; 
    2. penetapan pasangan calon Gubernur; 
    3. persetujuan rancangan peraturan daerah;
    4. anggaran pendapatan dan belanja daerah;
    5. penetapan, perubahan, penghapusan pajak dan retribusi daerah;
    6. utang piutang, pinjaman, dan pembebanan Gubernur;
    7. Badan Usaha Milik Daerah;
    8. penghapusan tagihan sebagian atau seluruhnya;
    9. persetujuan penyelesaian perkara perdata secara damai;
    10. kebijakan tata ruang;
    11. kerjasama daerah;
    12. pemberhentian dan penggantian Ketua /Wakil  Ketua  DPRD;
    13. penggantian antar waktu anggota DPRD;
    14. usulan    pengangkatan      dan    pemberhentian     Gubernur/Wakil Gubernur; dan meminta Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur  dalam pelaksanaan tugas Desentralisasi.

 

Pasal 93

  1. Setiap rapat DPRD dibuat berita acara dan risalah rapat.
  2. Dalam laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan dengan jelas mengenai sifat rapat, yaitu “ RAHASIA“.

 

Bagian Kelima

Waktu dan Hari Kerja

Pasal 94

Waktu dan hari kerja DPRD:

  1. Hari   kerja :  Senin – Kamis pukul 09.00 WIB – 16.00 WIB, Hari Jum’at   pukul 08.00 – 11.00 WIB  dan pukul 13.30 WIB – 16.00 WIB;
  2. Apabila diperlukan, kegiatan Anggota DPRD dan atau kegiatan DPRD dapat dilaksanakan pada hari Sabtu dan atau malam hari pukul 19.00

WIB – selesai;

  1. Perubahan  hari dan jam kerja adalah kewenangan Pimpinan DPRD atas usulan Alat Kelengkapan DPRD.
  2. Pelaksanaan kegiatan DPRD diluar hari kerja sebagaimana huruf b, tidak berimplikasi/berdampak pada pada hak keuangan Anggota DPRD.

 

Pasal 95

  1. Rapat DPRD dilaksanakan di dalam gedung DPRD.
  2. Dalam hal rapat DPRD tidak dapat dilaksanakan didalam gedung DPRD, pelaksanaan rapat DPRD di luargedung DPRD harus memperhatikan efisiensi dan efektivitas serta disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah.
  3. Rapat paripurna hanya dilaksanakan di luar gedung DPRD apabila terjadi kondisi kahar.

 

Pasal 96

  1. Setiap Anggota DPRD wajib menghadiri rapat DPRD, sesuai dengan tugas dan kewajibannya.
  2. Anggota DPRD yang menghadiri rapat DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengisi tanda bukti kehadiran rapat.

 

Pasal 97

  1. Rapat paripurna terdiri atas:
    1. rapat paripurna untuk pengambilan keputusan;dan
    2. rapat paripuna untuk pengumuman,
  2. Rapat paripurna dapat dilaksanakan atas usul:
    1. Gubernur;
    2. Pimpinan Alat Kelengkapan DPRD; atau
    3. Anggota DPRD dengan jumlah paling sedikit 1/5 (satu perlima) dari jumlah anggota DPRD yang meWakil i lebih dari 1 (satu) Fraksi.
  3. Rapat paripurna diselenggarakan atas undangan Ketua  atau Wakil  Ketua  DPRD berdasarkan jadwal rapat yang telah ditetapkan oleh Badan Musyawarah.
  4. Rapat paripurna dalam rangka pengambilan keputusan rancangan Perda wajib dihadiri oleh Gubernur.

 

Pasal 98

  1. Hasil rapat paripurna untuk pengambilan keputusan ditetapkan dalam bentuk peraturan atau keputusan DPRD.
  2. Hasil rapat Alat Kelengkapan DPRD ditetapkan dalam keputusan pimpinan Alat Kelengkapan DPRD.

 

Bagian Keenam

Pengambilan Keputusan

Pasal 99

  1. Sebelum menghadiri rapat anggota DPRD harus menandatangani daftar hadir.
  2. Untuk para undangan, disediakan daftar hadir tersendiri.
  3. Rapat dibuka oleh pimpinan rapat apabila kuorum telah tercapai berdasarkan kehadiran secara fisik.
  4. Anggota DPRD yang hadir apabila akan meninggalkan ruangan rapat, wajib memberitahukan kepada pimpinan rapat.

 

Pasal 100

  1. Pengambilan keputusan merupakan proses penyelesaian akhir suatu masalah yang dibicarakan dalam setiap jenis rapat DPRD.
  2. Keputusan rapat DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa persetujuan atau penolakan.

 

Pasal 101

  1. Pengambilan keputusan dalam rapat DPRD diupayakan dengan cara musyawarah untuk mencapai mufakat.
  2. Apabila cara pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat  (1), tidak terpenuhi, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
  3. Setiap keputusan rapat DPRD baik berdasarkan musyawarah maupun berdasarkan pemungutan suara mengikat semua pihak yang terkait.

 

Pasal 102

Keputusan berdasarkan pemungutan suara diambil apabila keputusan berdasarkan musyawarah sudah tidak terpenuhi karena adanya pendirian sebagian anggota DPRD yang tidak dapat dipertemukan lagi dengan anggota DPRD yang lain.

 

Pasal 103

  1. Pengambilan keputusan berdasarkan pemungutan suara dapat dilakukan secara terbuka atau tertutup.
  2. Pengambilan keputusan berdasarkan pemungutan suara secara terbuka dilakukan apabila menyangkut kebijakan.
  3. Pengambilan keputusan berdasarkan pemungutan suara secara tertutup dilakukan apabila menyangkut orang atau masalah lain yang dipandang perlu.

 

Pasal 104

  1. Pemberian suara secara terbuka atau menyatakan setuju, menolak atau tidak menyatakan pilihan dilakukan oleh anggota DPRD yang hadir dengan cara lisan, mengangkat tangan, berdiri, tertulis, atau dengan cara lain yang disepakati oleh anggota DPRD yang hadir.
  2. Perhitungan suara dilakukan dengan menghitung secara langsung setiap anggota DPRD.
  3. Anggota DPRD yang meninggalkan ruang sidang dianggap telah hadir dan tidak mempengaruhi sahnya keputusan.

 

Pasal 105

  1. Apabila kuorum tidak terpenuhi, rapat ditunda paling banyak 2 (dua) kali dengan tenggang waktu masing-masing tidak lebih dari I (satu) jam.
  2. Apabila pada akhir waktu penundaan rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kuorum belum juga tercapai, pimpinan rapat menunda rapat paling lama 3 (tiga) hari atau sampai waktu yang ditetapkan oleh Badan Musyawarah. 
  3. Setiap terjadi penundaan rapat, dibuat berita acara penundaan rapat yang ditandatangani oleh pimpinan rapat.
  4. Setelah rapat dibuka pimpinan rapat memberitahukan surat-surat masuk dan surat keluar yang dipandang perlu untuk diberitahukan atau dibahas dengan peserta rapat, kecuali surat-surat urusan rumah tangga DPRD.

 

Pasal 106

  1. Rapat Alat KelengkapanDPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87ayat (1) huruf e, f, g, h, i, j dan k memenuhi kuorum apabila dihadiri secara fisik oleh anggota Alat KelengkapanDPRD yang bersangkutan dengan memperhatikan keterWakil an Fraksi.
  2. Dalam hal rapat Alat Kelengkapan DPRD mengambil keputusan, keputusan dinyatakan sah apabila disetujui oleh suara terbanyak dari anggota Alat KelengkapanDPRD yang hadir.

 

Pasal 107

  1. Pimpinan rapat menutup rapat setelah semua acara yang ditetapkan selesai dibicarakan.
  2. Apabila acara yang ditetapkan untuk suatu rapat belum terselesaikan, sedangkan waktu rapat telah berakhir, pimpinan rapat menunda penyelesaian acara tersebut untuk dibicarakan dalam rapat berikutnya atau meneruskan penyelesaian acara tersebut atas persetujuan rapat.
  3. Pimpinan rapat mengemukakan pokok-pokok keputusan dan/atau kesimpulan yang dihasilkan oleh rapat sebelum menutup rapat.

 

Pasal 108

  1. Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah dilakukan setelah anggota DPRD yang hadir diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapat atau saran dan dipandang cukup sebagai bahan penyelesaian masalah yang dimusyawarahkan.
  2. Untuk dapat mengambil keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan rapat menyiapkan rancangan keputusan yang mencerminkan pendapat dalam rapat.

 

Pasal 109

Apabila Ketua DPRD berhalangan untuk memimpin rapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1) huruf a, b, d, e dan h rapat dipimpin oleh salah seorang Wakil  Ketua DPRD dan apabila Ketua dan Wakil  Ketua DPRD berhalangan, pimpinan rapat dipilih dari dan oleh anggota DPRD yang hadir.

 

 

 

Pasal 110

(1) Fraksi, Alat Kelengkapan DPRD, atau Pemerintah Daerah dapat mengajukan usul perubahan kepada Pimpinan DPRD mengenai acara maupun masalah yang akan dibahas yang telah ditetapkan oleh Badan Musyawarah.

Usul perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan secara tertulis dengan menyebutkan waktu dan masalah yang diusulkan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sebelum acara rapat yang bersangkutan dilaksanakan.

  1. Pimpinan DPRD mengajukan usul perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada rapat Paripurna.
  2. Badan Musyawarah membicarakan dan mengambil keputusan tentang usul perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3).
  3. Apabila Badan Musyawarah tidak dapat mengadakan rapat, Pimpinan DPRD menetapkan dan mengambil keputusan perubahan acara rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

           

Pasal 111

  1. Dalam keadaan memaksa, Pimpinan DPRD, Pimpinan Fraksi, atau pemerintah daerah dapat mengajukan usul perubahan tentang acara rapat paripurna yang sedang berlangsung.
  2. Rapat paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) segera mengambil keputusan tentang usul perubahan acara tersebut.

 

Pasal 112

  1. Pimpinan rapat menjaga agar rapat berjalan sesuai dengan ketentuan dalam tata tertib DPRD.
  2. Pimpinan rapat berbicara selaku pimpinan rapat untuk menjelaskan masalah yang menjadi pembicaraan, menunjukkan duduk persoalan yang sebenarnya, mengembalikan pembicaraan kepada pokok persoalan, dan menyimpulkan pembicaraan anggota rapat.
  3. Apabila pimpinan rapat hendak berbicara selaku anggota rapat, untuk sementara pimpinan rapat diserahkankepada pimpinan yang lain.

 

Pasal 113

  1. Sebelum berbicara, anggota rapat yang akan berbicara menyebutkan namanya terlebih dahulu.
  2. Anggota rapat dapat berbicara setelah memperoleh izin dari pimpinan rapat.

 

Pasal 114

  1. Giliran berbicara diatur oleh pimpinan rapat. 
  2. Anggota rapat berbicara di tempat yang telah disediakan, setelah dipersilahkan oleh pimpinan rapat.

 

 

Pasal 115

  1. Pimpinan rapat dapat menentukan lamanya anggota rapat berbicara.
  2. Pimpinan rapat dapat memperingatkan dan meminta agar pembicara mengakhiri pembicaraan apabila seorang pembicara melampaui batas waktu yang telah ditentukan.

 

 

Pasal 116

  1. Anggota rapat diberi kesempatan untuk melakukan interupsi, dalam hal:
    1. meminta penjelasan tentang duduk persoalan sebenarnya mengenai masalah yang sedang dibicarakan;
    2. menjelaskan soal yang di dalam pembicaraan menyangkut diri dan/atau tugasnya;
    3. mengajukan usul prosedur mengenai soal yang sedang dibicarakan; atau
    4. mengajukan usul agar rapat ditunda untuk sementara.
  2. Pimpinan rapat dapat memperingatkan dan menghentikan pembicara apabila interupsi tidak ada hubungannya dengan materi yang sedang dibicarakan.
  3. Terhadap pembicaraan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b, tidak dapat diadakan pembahasan.
  4. Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan d, sebelum dibahas terlebih dahulu harus mendapat persetujuan anggota rapat.

 

Pasal 117

  1. Seorang pembicara tidak boleh menyimpang dari pokok pembicaraan, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1).
  2. Apabila seorang pembicara menurut pendapat pimpinan rapat menyimpang dari pokok pembicaraan, pimpinan rapat memperingatkannya dan meminta supaya pembicara kembali kepada pokok pembicaraan.

 

Pasal 118

  1. Pimpinan rapat memperingatkan pembicara, apabila : 
    1. menggunakan kata-kata yang tidak layak;
    2. melakukan perbuatan yang mengganggu ketertiban rapat; atau
    3. menganjurkan untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum.
  2. Pimpinan rapat meminta agar pembicara yang bersangkutan menghentikan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan/atau memberikan kesempatan kepadanya untuk menarik kembali kata-katanya dan menghentikan perbuatannya.
  3. Apabila pembicara memenuhi permintaan pimpinan rapat, kata-kata pembicara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap tidak pernah diucapkan dan tidak dimuat dalam risalah atau catatan rapat.

 

Pasal 119

(1) Apabila seorang pembicara tidak memenuhi peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118, pimpinan rapat melarang pembicara tersebut meneruskan pembicaraan dan perbuatannya.

Apabila larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masih juga tidak diindahkan oleh yang bersangkutan, pimpinan rapat meminta kepada yang bersangkutan untuk meninggalkan rapat.

(3) Apabila pembicara tersebut tidak mengindahkan permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pembicara tersebut dikeluarkan dengan paksa dari ruangan rapat atas perintah pimpinan rapat.

 

Pasal 120

  1. Pimpinan rapat dapat menutup atau menunda rapat apabila pimpinan rapat berpendapat bahwa rapat tidak mungkin dilanjutkan karena terjadi peristiwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118dan 119.
  2. Lama penundaan rapat, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh lebih dari 24 jam. 

 

Bagian Ketujuh

Risalah Rapat

Pasal 121

  1. Untuk setiap Rapat Paripurna, dibuat risalah yang ditandatangani oleh pimpinan rapat.
  2. Risalah merupakan catatan rapat paripurna yang dibuat secara lengkap dan berisi seluruh jalannya pembicaraan yang dilakukan dalam rapat serta dilengkapi dengan catatan tentang : a. jenis dan sifat rapat;
    1. hari dan tanggal rapat; 
    2. tempat rapat;
    3. acara rapat;
    4. waktu pembukaan dan penutupan rapat;
    5. Ketua  dan Sekretaris rapat;
    6. jumlah dan nama anggota yang menandatangani daftar hadir; dan
    7. undangan yang hadir.
  3. Sekretaris rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f adalah Sekretaris DPRD atau pejabat di lingkungan Sekretariat DPRD yang ditunjuk untuk itu oleh Sekretaris DPRD.

 

Pasal 122

Sekretaris rapat menyusun risalah untuk dibagikan kepada anggota dan pihak yang bersangkutan setelah rapat selesai paling lambat 2 (dua) hari.

 

 

Pasal 123

(1) Dalam setiap rapat DPRD kecuali rapat paripurna DPRD, dibuat catatan rapat dan laporan singkat yang ditandatangani oleh pimpinan rapat yang bersangkutan.

 

Catatan rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat pokok pembicaraan, kesimpulan dan/atau keputusan yang dihasilkan dalam rapat.

(3) Laporan singkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat kesimpulan dan/atau keputusan rapat.

 

Pasal 124

  1. Sekretaris rapat secepatnya menyusun laporan singkat dan catatan rapat sementara untuk segera dibagikan kepada anggota dan pihakpihak yang bersangkutan setelah rapat selesai. 
  2. Setiap anggota dan pihak yang bersangkutan diberi kesempatan untuk mengadakan koreksi terhadap catatan rapat sementara dalam waktu 2 (dua) hari sejak diterimanya catatan rapat sementara tersebut, dan menyampaikannyakepada sekretaris rapat yang bersangkutan.

 

Pasal 125

  1. Dalam risalah, catatan rapat, dan laporan singkat mengenai rapat yang bersifat tertutup, harus dicantumkan dengan jelas kata "RAHASIA".
  2. Rapat yang bersifat tertutup dapat memutuskan bahwa suatu hal yang dibicarakan dan/atau diputuskan dalam rapat itu tidak dimasukkan dalam risalah, catatan rapat, dan/atau laporan singkat.

 

Bagian Kedelapan

Undangan Rapat

Pasal 126

  1. Undangan rapat terdiri atas:
    1. mereka yang bukan anggota DPRD, yang hadir dalam rapat DPRD atas undangan Pimpinan DPRD; dan
    2. anggota DPRD yang hadir dalam rapat Alat Kelengkapan DPRD atas undangan Pimpinan alat kelengkapan DPRD.
  2. Peninjau dan wartawan adalah mereka yang hadir dalam rapat DPRD tanpa undangan Pimpinan DPRD dengan mendapat persetujuan dari Pimpinan DPRD atau pimpinan Alat Kelengkapan yang bersangkutan. 
  3. Undangan dapat berbicara dalam rapat atas persetujuan/permintaan pimpinan rapat, tetapi  tidak mempunyai hak suara. 
  4. Peninjau dan wartawan tidak mempunyai hak suara dan tidak boleh menyatakan sesuatu, dengan perkataan maupun dengan cara lain.
  5. Untuk undangan, peninjau, dan wartawan disediakan tempat tersendiri.
  6. Undangan, peninjau, dan wartawan wajib mentaati tata tertib rapat dan/atau ketentuan lain yang diatur oleh DPRD.

 

 

Pasal 127

(1) Pimpinan rapat menjaga agar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117, 118, 119, Pasal 120dan Pasal 121 tetap dipatuhi.

Pimpinan rapat dapat meminta agar undangan, peninjau, dan/atau wartawan yang mengganggu ketertiban rapat meninggalkan ruangan rapat dan apabila permintaan itu tidak diindahkan, yang bersangkutan dikeluarkan dengan paksa dari ruang rapat atas perintah pimpinan rapat. 

  1. Pimpinan rapat dapat menutup atau menunda rapat tersebut apabila terjadi peristiwa, sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
  2. Lama penundaan rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak boleh lebih dari 24 jam.

Bagian Kesembilan

Pakaian

Pasal 128

  1. Dalam menghadiri  rapat  paripurna,  pimpinan  dan  anggota  DPRD mengenakan pakaian:
    1. sipil  harian  (PSH),  dalam  hal  rapat  direncanakan  tidak  akan mengambil keputusan DPRD; dan
    2. sipil resmi (PSR), dalam hal rapat direncanakan akan mengambil keputusan DPRD.
  2. Dalam menghadiri rapat paripurna mendengarkan pidato presiden, pelantikan anggota,penyerahan LHP BPK-RI, pimpinan dan anggota DPRD mengenakan pakaian sipil lengkap dengan peci nasional bagi pria dan bagi wanita berpakaian kebaya nasional.
  3. Dalam menghadiri rapat paripurna memperingati hari jadi ProvinsiJawa Barat anggota DPRD mengenakan pakaian adat.

 

Pasal 129

  1. Dalam hal melakukan kunjungan kerja atau peninjauan lapangan, pimpinan dan anggota DPRD memakai pakaian dinas harian (PDH), atau pakaian dinas lapangan (PDL).
  2. Setiap hari Jum’at pimpinan dan anggota DPRD memakai pakaian batik khas Jawa Barat.

 

BAB VIII

PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Pasal 130

  1. Pengambilan keputusan dalam rapat DPRD pada dasarnya dilakukan dengan cara musyawarah untukmufakat.
  2. Dalam hal cara pengambilan keputusan sebagaimanadimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, keputusandiambil berdasarkan suara terbanyak.

 

Pasal 131

  1. Setiap rapat DPRD dapat mengambil keputusan jika memenuhi kuorum.
  2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi rapat DPRD yang bersifat pengumuman.

 

Pasal 132

  1. Rapat paripurna memenuhi kuorum apabila:
    1. dihadiri oleh paling sedikit 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD untuk mengambil persetujuan atas pelaksanaan hak angket dan hak menyatakan pendapat serta untuk mengambil keputusan mengenai usul pemberhentian Gubernur dan/atau Wakil Gubernur;
    2. dihadiri oleh paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD untuk memberhentikan Pimpinan DPRD serta untuk menetapkan Perda dan APBD; atau
    3. dihadiri oleh lebih dari l/2 (satu perdua) jumlah anggota DPRD untuk rapat paripurna selain rapat sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b.
  2. Keputusan rapat paripuma sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sah apabila:
    1. disetujui oleh paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir, untuk rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a;
    2. disetujui oleh lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah anggota DPRD yang hadir, untuk rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b;atau
    3. disetujui dengan suara terbanyak, untuk rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c.
  3. Apabila kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)tidak terpenuhi, rapat ditunda paling banyak 2 (dua)kali dengan tenggang waktu masingmasing tidak lebih dari 1 (satu) jam.
  4. Apabila pada akhir waktu penundaan rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum juga terpenuhi, pimpinan rapat dapat menunda rapat paling lama 3 (tiga) hari kerja atau sampai waktu yang ditetapkan oleh Badan Musyawarah.
  5. Apabila setelah penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kuorum sebagaimana dimaksud padaayat (1) belum juga terpenuhi, terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b untuk menetapkan APBD, rapat tidak dapat mengambil keputusan dan penyelesaiannya diserahkan kepada Menteri.
  6. Apabila setelah penundaan sebagaimana dimaksudpada ayat (4), kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum juga terpenuhi, terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, pengambilan keputusan diserahkan kepada Pimpinan DPRD dan Pimpinan Fraksi.
  7. Pengambilan keputusan yang diserahkan kepada Pimpinan DPRD dan Pimpinan Fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan dengan musyawarah untuk mufakat.
  8. Dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak tercapai, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
  9. Setiap penundaan rapat, dibuat berita acara penundaan rapat yang ditandatangani oleh pimpinan rapat.

 

 

Pasal 134

 

Setiap keputusan rapat DPRD, baik berdasarkanmusyawarah untuk mufakat maupun berdasarkan suaraterbanyak, merupakan kesepakatan untuk ditindaklanjutioleh semua pihak yang terkait dalam pengambilankeputusan.

 

BAB IX

PEMBERHENTIAN ANTAR WAKTU, PENGGANTIAN ANTAR WAKTU, DAN

PEMBERHENTIAN SEMENTARA

Bagian Kesatu

Pemberhentian Antar Waktu

Pasal 135

  1. Anggota DPRD berhenti antar waktu karena :
    1. meninggal dunia; 
    2. mengundurkan diri; atau 
    3. diberhentikan. 
  2. Mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf b ditandai dengan surat pengunduran diri dari yang bersangkutan, mulai berlaku terhitung sejak tanggal ditandatangani surat pengunduran diri atau terhitung sejak tanggal yang dipersyaratkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. 
  3. Anggota DPRD diberhentikan antar waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c jika: 
    1. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai Anggota DPRD selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan apa pun;
    2. melanggar sumpah/janji dan Kode Etik; 
    3. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5tahun atau lebih; 
    4. tidak menghadiri rapat paripurna dan rapat Alat Kelengkapan DPRD yang menjadi tugas dan kewajibannya sebanyak 6 (enam) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah;
    5. diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 
    6. tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon Anggota DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan umum;
    7. melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan; 
    8. diberhentikan sebagai anggota partai politik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau 
    9. menjadi anggota partai politik lain. 
  4. Anggota DPRD diberhentikan dengan tidak hormat karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, huruf c, huruf f, atau  huruf g.

 

Pasal 136

  1. Pemberhentian anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam pasal 135 ayat (1) huruf a dan huruf b serta ayat (3) huruf c, huruf e, huruf h, dan huruf i diusulkan oleh pimpinan partai politik kepada Pimpinan DPRD provinsi dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri. 

 

  1. Paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya usul pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pimpinan DPRD menyampaikan usul pemberhentian anggota DPRD kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur untuk memperoleh peresmian pemberhentian. 
  2. Paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya usul pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Gubernursebagai Wakil  Pemerintah Pusat menyampaikan usul tersebut kepada Menteri Dalam

Negeri. 

  1. Apabila setelah 7 (tujuh) Hari Pimpinan DPRD tidak mengusulkan pemberhentian anggota DPRD kepada Menteri melalui gubemur sebagai Wakil  Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud ayat (3), sekretaris DPRD melaporkan proses pemberhentian anggota DPRD kepada Menteri melalui Gubernur sebagai Wakil  Pemerintah Pusat.
  2. Dalam hal Pimpinan DPRD tidak mengusulkan pemberhentian anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan sekretaris DPRD tidak melaporkan proses pemberhentian anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (4), gubemur sebagai Wakil  Pemerintah Pusat menyampaikan usulan pemberhentian kepada Menteri.
  3. Apabila setelah 7 (tujuh) hari Gubernur tidak menyampaikan usul sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pimpinan DPRD langsung menyampaikan usul pemberhentian anggota DPRD kepada Menteri Dalam Negeri. 
  4. Menteri Dalam Negeri meresmikan pemberhentian anggota DPRD paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya usul pemberhentian anggota DPRD dari Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau dari Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (6).
  5. Peresmian pemberhentian anggota DPRD sebagaimana dimaksud ayat (7) berlaku sejak ditetapkan, kecuali peresmian pemberhentian anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135 ayat (3) huruf c berlaku sejak tanggal putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).

 

Pasal 137

  1. Pemberhentian anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam pasal 135 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf d, huruf f, dan huruf g, dilakukan setelah adanya hasil penyelidikan dan verifikasi yang dituangkan dalam keputusan Badan Kehormatan DPRD atas pengaduan dari Pimpinan DPRD, masyarakat, dan/atau pemilih. 
  2. Keputusan Badan Kehormatan DPRD mengenai pemberhentian anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan oleh Badan Kehormatan DPRD kepada rapat paripurna. 
  3. Paling lama 7 (tujuh) hari sejak keputusan Badan Kehormatan DPRD yang telah dilaporkan dalam rapat paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pimpinan DPRD menyampaikan keputusan Badan Kehormatan DPRD kepada pimpinan partai politik yang bersangkutan.
  4. Pimpinan partai politik yang bersangkutan menyampaikan keputusan dan usul pemberhentian anggotanya kepada Pimpinan DPRD, paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya keputusan Badan Kehormatan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dari Pimpinan DPRD. 
  5. Dalam hal pimpinan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak memberikan keputusan dan usul pemberhentian anggotanya sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pimpinan DPRD meneruskan keputusan Badan Kehormatan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur paling lama 7 (tujuh) hari setelah berakhirnya batas waktu penyampaian keputusan tentang pemberhentian anggota DPRD dari pimpinan partai politik, untuk memperoleh peresmian pemberhentian.
  6. Paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Gubernur menyampaikan keputusan tersebut kepada Menteri Dalam Negeri. 
  7. Menteri Dalam Negeri meresmikan pemberhentian anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (6) paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya keputusan Badan Kehormatan DPRD atau keputusan pimpinan partai politik tentang pemberhentian anggota DPRD.  

 

Bagian Kedua

Penggantian Antar waktu

Pasal 138

  1. Anggota DPRD yang berhenti antar waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135 ayat (1) digantikan oleh calon anggota DPRD yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dalam daftar peringkat perolehan suara dari partai politik yang sama pada daerah pemilihan yang sama. 
  2. Dalam hal calon anggota DPRD yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengundurkan diri, meninggal dunia, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota DPRD, anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digantikan oleh calon anggota DPRD yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dari partai politik yang sama pada daerah pemilihan yang sama. 
  3. Masa jabatan anggota DPRD pengganti antar waktu melanjutkan sisa masa jabatan anggota DPRD yang digantikannya, serta menggantikan keanggotaan pada Alat Kelengkapan DPRD yang digantikannya.

 

Pasal 139

  1. Pimpinan DPRD menyampaikan nama anggota DPRD yang diberhentikan antar waktu dan meminta nama calon pengganti antar waktu kepada Komisi  Pemilihan Umum Provinsi yang ditembuskan kepada Komisi  Pemilihan Umum Republik Indonesia.
  2. Nama calon pengganti antar waktu disampaikan oleh Komisi  Pemilihan Umum provinsi kepada Pimpinan DPRD paling lambat 5 (lima) Hari terhitung sejak surat Pimpinan DPRD provinsi diterima.
  3. Paling lambat 7 (tujuh) Hari terhitung sejak menerimanama calon pengganti antar waktu dari Komisi  Pemilihan Umum Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pimpinan DPRD menyampaikan nama anggota DPRD yang diberhentikan dan nama calon pengganti antar waktu kepada Menteri melalui Gubernur sebagai Wakil  Pemerintah Pusat.
  4. Paling lambat 7 (tujuh) Hari terhitung sejak menerima nama anggota DPRD yang diberhentikan dan nama calon pengganti antar waktu, Gubernur sebagai Wakil  Pemerintah Pusat menyampaikan nama anggota DPRD diberhentikan dan nama calon pengganti antar waktu kepada Menteri.
  5. Paling lambat 14 (empat belas) Hari terhitung sejak menerima nama anggota DPRD yang diberhentikan dan nama calon pengganti antar waktu dari Gubernur sebagai Wakil  Pemerintah Pusat, Menteri meresmikan pemberhentian dan pengangkatannya dengan keputusan Menteri.
  6. Dalam hal Gubernur sebagai Wakil  Pemerintah Pusat tidak menyampaikan penggantian antar waktu kepada Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (5),Menteri meresmikan penggantian antar waktu anggota DPRD berdasarkan pemberitahuan dari Pimpinan DPRD.

 

Pasal 140

  1. Anggota DPRD pengganti antar waktu menjadi anggota pada Alat Kelengkapan Anggota DPRD yang digantikannya.
  2. Masa jabatan Anggota DPRD pengganti antar waktu melanjutkan sisa masa jabatan Anggota DPRD yang digantikannya.
  3. Penggantian antar waktu Anggota DPRD tidak dilaksanakan apabila sisa masa jabatan Anggota DPRD yang digantikan kurang dari 6 (enam) bulan.
  4. Dalam hal pemberhentian antar waktu anggota DPRD dilaksanakan dalam waktu sisa masa jabatan anggota DPRD kurang dari 6 (enam) bulan, pemberhentian anggota DPRD tersebut tetap diproses, dengan tidak dilakukan penggantian. 
  5. Keanggotaan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kosong sampai berakhirnya masa jabatan anggota DPRD.

 

Bagian Ketiga

Persyaratan dan Verifikasi Persyaratan

Pasal 141

  1. Calon Anggota DPRD pengganti antar waktu harus memenuhi persyaratan sebagaimana persyaratan bakal calon Anggota DPRD sesuai dengan Undang-Undang mengenai pemilihan umum. 
  2. Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), partai politik pengusung calon Anggota DPRD pengganti antar waktu tidak dalam sengketa partai politik. 
  3. Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dan ayat (2) dibuktikan dengan melampirkan kelengkapan administratif sebagaimana kelengkapan administratif bakal calon Anggota DPRD sesuai dengan Undang-Undang mengenai pemilihan umum dan melampirkan:
    1. Surat keterangan tidak ada sengketa partai politik dan mahkamah partai atau sebutan lain dan/ atau pengadilan negeri setempat; 
    2. Surat usulan pemberhentian Anggota DPRD dari pimpinan partai politik disertai dengan dokumen pendukung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan ketentuan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai politik;
    3. fotokopi daftar calon tetap Anggota DPRD pada pemilihan umum yang dilegalisir oleh Komisi  Pemilihan Umum Provinsi; dan
    4. fotokopi daftar peringkat perolehan suara partai politik yang mengusulkan penggantian antar waktu Anggota DPRD yang dilegalisir oleh Komisi  Pemilihan Umum Provinsi.
  4. Kelengkapan administratif penggantian antar waktu Anggota DPRD diverifikasi oleh unit kerja di masing-masing lembaga/ instansi sesuai kewenangannya.

 

Pasal 142

  1. Anggota DPRD pengganti antar waktu sebelum memangku jabatannya, mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh Pimpinan DPRD dalam rapat paripuma.
  2. Pengucapan sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling Lama 60 (enam puluh) Hari terhitung sejak diterimanya keputusan peresmian pengangkatan sebagai Anggota DPRD.
  3. Tata cara pengambilan sumpah/janji Anggota DPRD pengganti antar waktu diatur dalam Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD.

 

Bagian Keempat

Pemberhentian Sementara

Pasal 143

  1. Anggota DPRD diberhentikan sementara karena : 
    1. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana umum yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau lebih; atau 
    2. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana khusus. 
  2. Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh Pimpinan DPRD kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur. 
  3. Apabila setelah 7 (tujuh) hari sejak anggota DPRD ditetapkan sebagai terdakwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pimpinan DPRD tidak mengusulkan pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sekretaris DPRD melaporkan status terdakwa anggota DPRD yang bersangkutan kepada Gubernur. 
  4. Gubernur berdasarkan laporan Sekretaris DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengajukan usul pemberhentian sementara anggota DPRD yang bersangkutan kepada Menteri Dalam Negeri. 
  5. Menteri Dalam Negeri memberhentikan sementara sebagai anggota DPRD atas usul Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) berdasarkan register perkara pengadilan negeri.
  6. Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku terhitung mulai tanggal anggota DPRD yang bersangkutan ditetapkan sebagai terdakwa. 
  7. Anggota DPRD yang diberhentikan sementara tetap mendapatkan hak keuangan berupa yaitu uang representasi, uang paket, tunjangan keluarga, tunjangan beras, jaminan kesehatan dan jaminan kematian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

 

Pasal 144

  1. Dalam hal anggota DPRD yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143 berkedudukan sebagai Pimpinan DPRD, pemberhentian sementara sebagai anggota DPRD diikuti dengan pemberhentian sementara sebagai Pimpinan DPRD. 
  2. Dalam hal Pimpinan DPRD diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), partai politik yang diberhentikan sementara mengusulkan kepada Pimpinan DPRD salah seorang anggota DPRD yang berasal dari partai politik tersebut untuk melaksanakan tugas Pimpinan DPRD yang diberhentikan sementara. 

 

Pasal 145

  1. Dalam hal anggota DPRD yang diberhentikan sementara sebagaimana dinyatakan terbukti bersalah karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143 ayat (1) huruf a atau huruf b berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, anggota DPRD yang bersangkutan diberhentikan tidak dengan hormat sebagai anggota DPRD. 
  2. Pemberhentian Anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas usulan pimpinan partai politik paling Lama 7 (tujuh) Hari terhitung sejak tanggal putusan pidana memperoleh kekuatan hukum tetap.
  3. Dalam hal setelah 7 (tujuh) Hari sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pimpinan partai politik tidak mengusulkan pemberhentian Anggota DPRD, Pimpinan DPRD mengusulkan pemberhentian Anggota DPRD kepada Menteri tanpa usulan partai politiknya.
  4. Dalam hal anggota DPRD dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143 ayat (1) huruf a atau huruf b berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka anggota DPRD yang bersangkutan diaktifkan kembali apabila masa jabatannya belum berakhir. 

 

BAB X

FRAKSI

Pasal 146

  1. Fraksi DPRD dibentuk paling lama 1 (satu) bulan setelah pelantikan Anggota DPRD.
  2. Setiap Anggota DPRD harus menjadi anggota salah satu Fraksi.
  3. Setiap Fraksi di DPRD beranggotakan paling sedikit lima (5) orang.
  4. Partai politik yang jumlah anggotanya di DPRDmencapai ketentuan sebagaimana dimaksud padaayat (3) atau lebih dapat membentuk 1

(satu) Fraksi.

  1. Partai politik harus mendudukkan seluruhanggotanya dalam 1 (satu) Fraksi yang sama.
  2. Partai politik yang jumlah anggotanya di DPRD tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud padaayat (3), anggotanya dapat bergabung dengan Fraksiyang ada atau membentuk paling banyak 2 (dua) Fraksi gabungan.
  3. Pembentukan Fraksi dilaporkan kepada Pimpinan DPRD untuk diumumkan dalam rapat paripurna.
  4. Perpindahan keanggotaan dalam Fraksi gabungan dapat dilakukan paling singkat 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan dengan ketentuan Fraksi gabungan sebelumnya tetap memenuhi persyaratan sebagai Fraksi.
  5. Dalam menempatkan anggotanya pada Alat Kelengkapan DPRD, Fraksi mempertimbangkan latar belakang, kompetensi, pengalaman, dan beban kerja anggotanya.

 

Pasal 147

  1. Pimpinan Fraksi terdiri atas Ketua, Wakil Ketua, dan sekretaris yang dipilih dari dan oleh anggota Fraksi.
  2. Pimpinan Fraksi yang telah terbentuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilaporkan kepada Pimpinan DPRD untuk diumumkan dalam rapat paripurna.

 

Pasal 148

  1. Fraksi mempunyai sekretariat.
  2. Sekretariat Fraksi mempunyai tugas membantu kelancaran pelaksanaan tugas Fraksi.
  3. Sekretariat DPRD menyediakan sarana, anggaran, dan tenaga ahli guna kelancaran pelaksanaan tugas Fraksisesuai dengan kebutuhan dan dengan memperhatikan kemampuan APBD.

 

Pasal 149

  1. Setiap Fraksi dibantu oleh 1 (satu) orang tenaga ahli yang bersifat tetap.
  2. Tenaga Ahli Fraksi paling sedikit memenuhi persyaratan:
    1. berpendidikan paling rendah strata satu (S1) dengan pengalaman kerja paling singkat 3 (tiga) tahun;
    2. menguasai bidang pemerintahan; dan
    3. menguasai tugas dan fungsi DPRD.

 

Pasal 150

  1. Fraksi wajib mempublikasikan laporan kinerja tahunan yang memuat:
    1. pandangan atau sikap Fraksi terhadap seluruh kebijakan yang diambil terkait pelaksanaanfungsi pembentukan Perda, pengawasan, dananggaran; dan
    2. aspirasi atau pengaduan masyarakat dan tindaklanjut yang belum, sedang, dan telah dilakukan Fraksi.
  2. Laporan kinerja Fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan rangkuman dari kegiatan Fraksi setiap bulan dan kwartal, yang disampaikan kepada Pimpinan DPRD melalui Sekretaris DPRD.
  3. Publikasi kinerja Fraksi dapat dilakukan melalui media cetak, media massa dan/atau website DPRD Provinsi Jawa Barat.

 

BAB  XI

KUNJUNGAN KERJA DAN RESES

Bagian Kesatu

Kunjungan Kerja

Pasal 151

  1. Untuk melaksanakan tugas, wewenang, hak, dan kewajiban DPRD, Pimpinan DPRD dan atau anggota DPRD dapat melakukan kunjungan kerja, di dalam Daerah, ke luar Daerah maupun ke luar negeri.
  2. Kunjungan kerja disesuaikan dengan kebutuhan dan kepentingannya.
  3. Anggota DPRD atau kelompok yang terdiri dari beberapa anggota DPRD yang melakukan kunjungan kerja, wajib menyampaikan laporannya secara tertulis kepada Pimpinan DPRD selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah selesainya kunjungan.
  4. Kunjungan kerja harus dengan persetujuan Pimpinan DPRD.
  5. Untuk keperluan kunjungan kerja, Sekretariat DPRD menyediakan sarana dan fasilitas.
  6. Tata cara pelaksanaan kunjungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dalam Keputusan Pimpinan DPRD.

 

Bagian Kedua

Reses

Pasal 152

  1. Reses dilaksanakan 3 (tiga) kali dalam 1 (satu) tahun paling lama 8(delapan) hari dalam satu kali reses. 
  2. Reses dipergunakan untuk mengunjungi daerah pemilihan anggota yang bersangkutan dan menyerap aspirasi masyarakat.
  3. Selama masa Reses berlangsung, tidak dilakukan rapat oleh Alat Kelengkapan DPRD, kecuali jika ada hal mendesak yang memerlukan diadakannya rapat.
  4. Hasil kegiatan reses masing-masing anggota, dilaporkan kepada Pimpinan DPRD dalam rapat paripurna paling lambat14 (empat belas) hari kerja setelah selesai reses.
  5. Pimpinan DPRD menyampaikan hasil kegiatan reses kepada Gubernur untuk ditindaklanjuti.
  6. Untuk kegiatan Reses, Sekretariat DPRD menyediakan fasilitas dan dukungan biaya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
  7. Tata cara pelaksanaan reses diatur dalam Keputusan Pimpinan DPRD.

 

Pasal 153

  1. Sekretaris DPRD mengumumkan agenda reses setiap anggota DPRD paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelummasa reses dimulai melalui saluran yang mudahdiakses.
  2. Masa reses Anggota DPRD secara perseorangan atau kelompok dilaksanakan dengan memperhatikan:
    1. waktu reses anggota DPRD di wilayah provinsi pada daerahpemilihan yang sama;
    2. rencana kerja Pemerintah Daerah;
    3. hasil pengawasan DPRD selama masa sidang;dan
    4. kebutuhan konsultasi publik dalampembentukan Perda.
  3. Anggota DPRD wajib melaporkan hasil pelaksanaanreses kepada Pimpinan DPRD, paling sedikit memuat: a. waktu dan tempat kegiatan reses;
    1. tanggapan, aspirasi, dan pengaduan darimasyarakat;dan
    2. dokumentasi peserta dan kegiatan pendukung.
  4. Anggota DPRD yang tidak menyampaikan laporansebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak dapatmelaksanakan reses berikutnya.

 

BAB XI

PEMBAHASAN PERATURAN DAERAH

Bagian Kesatu

Tata Cara Pembentukan Peraturan Daerah

Pasal 154

  1. Rancangan peraturan daerah dapat berasal dari DPRD atau Gubernur.
  2. Rancangan peraturan daerah yang berasal dari DPRD atau Gubernur disertai penjelasan atau keterangan dan/naskah akademik.
  3. Rancangan peraturan daerah sebagai mana dimaksud pada ayat (1) diajukan berdasarkan program pembentukan peraturan daerah dan analisis kebutuhan perda.
  4. Dalam keadaan tertentu, DPRD atau Gubernur dapat mengajukan rancangan peraturan daerah diluar Program pembentukan peraturan daerah.

 

Pasal 155

  1. Rancangan Perda yang berasal dari DPRD dapat diajukan oleh Anggota DPRD, Komisi , gabungan Komisi , atau Bapemperda yang dikoordinasikan oleh Bapemperda.
  2. Rancangan peraturan daerah yang diajukan oleh anggota DPRD, Komisi , gabungan Komisi , atau Badan Pembentukan Peraturan Daerah sebagaiana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan DPRD disertai dengan penjelasan atau keterangan dan/atau naskah akademik, daftar nama dan tanda tangan pengusul, dan diberikan nomor pokok oleh Sekretariat DPRD.
  3. Rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh Pimpinan DPRD disampaikan kepada Badan Pembentukan Peraturan Daerah untuk dilakukan pengkajian dalam rangka pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan Perda.
  4. Dalam pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat melibatkan instansi vertikal kementerian yang menyelenggarakan urusanpemerintahan di bidang hukum.
  5. Pimpinan DPRD menyampaikan hasil pengkajian dan penyelarasan Badan Pembentukan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada rapat paripurna DPRD.
  6. Rancangan peraturan daerah yang telah dikaji oleh Bapemperda sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada semua anggota DPRD selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum rapat paripurna DPRD.
  7. Dalam rapat paripurna DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (5) :
    1. Pengusul memberikan penjelasan;
    2. Fraksi dan anggota DPRD lainnya memberikan pandangan;dan
    3. Pengusul memberikan jawaban atas pandangan Fraksi dan anggota DPRD lainnya.
  8. Rapat paripurna DPRD memutuskan usul rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berupa :
    1. Persetujuan;
    2. Persetujuan dengan pengubahan; atau
    3. Penolakan.
  9. Dalam hal persetujuan dengan pengubahan, DPRD menugaskan Komisi , gabungan Komisi , atau Bapemperda untuk menyempurnakan rancangan Perda.
  10. Rancangan Perda yang telah disiapkan oleh DPRD disampaikan dengan surat Pimpinan DPRD kepada Gubernur.

 

Pasal 156

  1. Rancangan peraturan daerah yang berasal dari Gubernur diajukan dengan surat Gubernur kepada Pimpinan DPRD.
  2. Rancangan peraturan daerah berasal dari Gubernur disiapkan dan diajukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 157

Apabila dalam satu masa sidang Gubernur dan DPRD menyampaikan rancangan peraturan daerah mengenai materi yang sama maka yang dibahas adalah rancangan peraturan daerah yang disampaikan oleh DPRD, sedangkan rancangan peraturan daerah yang disampaikan oleh Gubernur digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.

 

Pasal 158

  1. Rancangan peraturan daerah dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh DPRD dan Gubernur.
  2. Penarikan kembali rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh DPRD, dilakukan dengan putusan Pimpinan DPRD dengan disertai alasan penarikan.
  3. Penarikan kembali rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Gubernur, disampaikan dengan surat Gubernur disertai alasan penarikan.
  4. Rancangan peraturan daerah yang sedang dibahas hanya dapat ditarik kembali berdasarkan persetujuan bersama DPRD dan Gubernur. 
  5. Penarikan kembali rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya dapat dilakukan dalam rapat paripurna DPRD yang dihadiri oleh Gubernur.
  6. Rancangan peraturan daerah yang ditarik kembali tidak dapat diajukan lagi pada masa sidang yang sama.

 

Bagian Kedua

Fasilitasi dan Evaluasi

Pasal 159

Pembinaan terhadap rancangan peraturan daerah dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri melalui Direktur Jenderal Otonomi Daerah. 

 

Paragrap 1

Fasilitasi

Pasal 160

  1. Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 dilakukan fasilitasi sebelum mendapat persetujuan bersama antara pemerintah daerah dengan DPRD.
  2. Fasilitasi terhadap rancangan perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberlakukan terhadap rancangan peraturan daerah yang dilakukan evaluasi.
  3. Rancangan peraturan daerah atau Rancangan Peraturan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Direktur Jenderal Otonomi Daerah.

 

Pasal 161

  1. Fasilitasi yang dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri melalui Direktur Jenderal Otonomi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 ayat (1) dan ayat (3) dilakukan paling lama 15 (lima belas) hari setelah diterima Rancangan Peraturan Daerah, Rancangan Peraturan DPRD.
  2. Apabila dalam tenggang waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri Dalam Negeri melalui Direktur Jenderal Otonomi Daerah tidak memberikan fasilitasi, maka terhadap:
    1. Rancangan Peraturan Daerah dilanjutkan tahapan persetujuan bersama antara Gubernur dan DPRD; dan
    2. Rancangan Peraturan DPRD dilanjutkan tahapan penetapan menjadi Peraturan DPRD.  

 

Pasal 162

  1. Fasilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161 dibuat dalam bentuk surat Direktur Jenderal Otonomi Daerah atas nama Menteri Dalam Negeri tentang fasilitasi rancangan perda provinsi maupun Rancangan Peraturan DPRD provinsi.  
  2. Surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah untuk penyempurnaan rancangan produk hukum daerah berbentuk peraturan sebelum ditetapkan guna menghindari dilakukannya pembatalan.    

Paragraf 2

Evaluasi 

Pasal 163

  1. Menteri Dalam Negeri melakukan evaluasi rancangan peraturan daerah sesuai dengan: 
    1. undang-undang di bidang pemerintahan daerah; dan 
    2. peraturan perundang-undangan lainnya.  
  2. Evaluasi rancangan peraturan daerah sesuai dengan Undang-Undang di bidang pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:  a. RPJPD; 
    1. RPJMD;
    2. APBD, perubahan APBD, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD; 
    3. pajak daerah; 
    4. retribusi daerah; dan 
    5. tata ruang daerah.  
  3. Evaluasi rancangan peraturan daerah sesuai peraturan perundangundangan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b antara lain:  a. rencana pembangunan industri; dan 
    1. pembentukan, penghapusan, penggabungan, dan/atau perubahan status Desa menjadi kelurahanatau kelurahan menjadi Desa.

 

Pasal 164

  1. Rancangan peraturan daerah yang mengatur tentang APBD, perubahan APBD, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, pajak daerah, retribusi daerah, dan rancangan Peraturan Gubernur tentang penjabaran APBD yang telah disetujui bersama sebelum ditetapkan oleh Gubernur paling lama 3 (tiga) hari disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Sekretaris Jenderal.  
  2. Rancangan perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan Sekretaris Jenderal paling lama 3 (tiga) hari  kepada Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah untuk dievaluasi.  
  3. Rancangan peraturan daerah yang mengatur tentang RPJPD, RPJMD, tata ruang daerah dan rencana pembangunan industri provinsi yang telah disetujui bersama sebelum ditetapkan oleh Gubernur paling lama 3 (tiga) hari disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Sekretaris Jenderal.
  4. Rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud ayat (3) disampaikan Sekretaris Jenderal paling lama 3 (tiga) hari kepada Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah untuk dievaluasi.   

 

Pasal 165

  1. Rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 163 harus mendapat evaluasi Menteri Dalam Negeri sebelum ditetapkan oleh Gubernur.
  2. Menteri Dalam Negeri dalam melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu: 
    1. melalui Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah terhadap rancangan peraturan daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah dan berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang keuangan;
    2. melalui Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah terhadap rancangan peraturan daerah tentang tata ruang daerah dan berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang tata ruang; 
    3. melalui Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah terhadap rancangan peraturan daerah tentang rencana pembangunan industri dan berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang perindustrian.
  3. Evaluasi terhadap rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri tentang evaluasi.  

 

Pasal 166

  1. Keputusan Menteri Dalam Negeri tentang evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 165 ayat (3) diharmonisasikan dan dicetak pada kertas bertanda khusus oleh Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri.
  2. Permohonan pengharmonisasian evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menyampaikan:  a. surat permohonan harmonisasi; 
    1. rancangan perda disertai softcopy dalam bentuk pdf; dan
    2. rancangan Keputusan Menteri Dalam Negeri tentang evaluasi disertai softcopy.  
  3. Dalam rangka pengharmonisasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk tim harmonisasi evaluasi terhadap rancangan peraturan daerah pada Sekretariat Jenderal Kementerian Dalam Negeri.

 

Bagian Kedua

Nomor Register  

Pasal 167

  1. Dalam hal Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 166 ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau kepentingan umum, diikuti dengan pemberian nomor registrasi (noreg).
  2. Dalam hal Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi rancangan perda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 166 ayat (1) tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau kepentingan umum, Gubernur bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak hasil evaluasi diterima.

 

 

Pasal 168

Gubernur wajib menyampaikan rancangan peraturan daerah kepada Menteri Dalam Negeri paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak menerima rancangan peraturan daerah dari Pimpinan DPRD untuk mendapatkan noreg peraturan daerah.     

 

Pasal 169

Gubernur mengajukan permohonan, dan pemberian noreg melalui dan dilaksanakan oleh Sekretaris Jenderal melalui Kepala Biro Hukum.

 

Pasal 170

  1. Menteri Dalam Negeri memberikan noreg rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169paling lama 7 (tujuh) hari sejak rancangan perda diterima.
  2. Rancangan perda yang telah mendapat noreg sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur dengan membubuhkan tanda tangan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan peraturan daerah disetujui bersama oleh DPRD dan Gubernur.
  3. Dalam hal Gubernur tidak menandatangani rancangan perda yang telah mendapat noreg sebagaimana dimaksud pada ayat (2), rancangan peraturan daerah tersebut sah menjadi peraturan daerah dan wajib diundangkan dalam lembaran daerah.
  4. Rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinyatakan sah dengan kalimat pengesahannya berbunyi, “Perda ini dinyatakan sah”.
  5. Pengesahan yang berbunyi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus dibubuhkan pada halaman terakhir peraturan daerah sebelum pengundangan naskah peraturan daerah ke dalam lembaran daerah.

 

Pasal 171

Rancangan peraturan daerah yang belum mendapatkan noreg sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 ayat (1) belum dapat ditetapkan Gubernur dan belum dapat diundangkan dalam lembaran daerah.  

 

Pasal 172

Pemberian noreg peraturan daerah dilaksanakan oleh Direktur Produk Hukum Daerah Direktorat Jenderal OtonomiDaerah Kementerian Dalam Negeri.     

 

Pasal 173

  1. Pemberian noreg rancangan perda ditetapkan oleh Direktorat Produk Hukum Daerah Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri.
  2. Penulisan pemberian noreg sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran III Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018tentang Produk Hukum Daerah.  

 

Pasal 174

  1. Pemberian noreg rancangan perda sebagaimana dimaksud dalam Pasal173disampaikan dengan cara: 
    1. secara langsung disertai dengan softcopy raperda dalam bentuk pdf, pengiriman melalui pos surat disertai dengan softcopy rancangan perda dan/atau Pengiriman melalui surat elektronik/email terhadap rancangan perda provinsi kepada Direktur Produk Hukum Daerah Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri ditujukan ke alamat [email protected] ; dan 
    2. penyampaian keputusan DPRD tentang persetujuan bersama antara Gubernur dan DPRD.
  2. Selain penyampaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap rancangan perda mengenai RPJPD, RPJMD, APBD, perubahan APBD, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, pajak daerah, retribusi daerah, tata ruang daerah dan rencana pembangunan industri provinsi dilengkapi dengan Keputusan Menteri dalam Negeri tentang evaluasi  rancangan peraturan daerah; atau   
  3. Rancangan peraturan daerah yang telah diberikan noreg dikembalikan kepada Gubernur untuk dilakukan penetapan dan pengundangan.   

 

Pasal 175

  1. Rancangan peraturan daerah yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Gubernur disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Gubernur untuk ditetapkan menjadi peraturan daerah.
  2. Penyampaian rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.

 

 

Pasal 176

  1. Rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 175ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur dengan membubuhkan tandatangan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan peraturan daerah tersebut disetujui bersama oleh DPRD dan Gubernur.
  2. Dalam hal rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak di tandatangani oleh Gubernur tandatangan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan peraturan daerah tersebut disetujui bersama, rancangan peraturan daerah tersebut sah menjadi peraturan daerah dan wajib diundangkan dalam lembaran daerah.
  3. Dalam hal sahnya rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka kalimat pengesahannya berbunyi: peraturan daerah ini dinyatakan sah.
  4. Kalimat pengesahan yang berbunyi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dibubuhkan pada halaman terakhir peraturan daerah sebelum pengundangan naskah peraturan daerah kedalam lembaran daerah.
  5. Peraturan daerah berlaku setelah diundangkan dalam lembaran daerah.
  6. Peraturan daerah berkaitan dengan APBD, pajak daerah, retribusi daerah, tata ruang daerah sebelum diundangkan dalam lembaran daerah harus dievaluasi oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  7. Peraturan daerah setelah diundangkan dalam lembaran daerah harus disampaikan kepada Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 177

Penyebarluasan peraturan daerah yang telah diundangkan dalam lembaran daerah dilakukan bersama oleh DPRD dan Pemerintah Daerah.

 

BAB XII

PEMBAHASAN APBD 

Bagian Kesatu

Kebijakan Umum APBD

Pasal 178

  1. DPRD membahas rancangan Kebijakan Umum APBD tahun anggaran berikutnya yang disampaikan oleh Gubernur selambat-lambatnya pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan sebagai landasan penyusunan APBD.
  2. Pembahasan rancangan Kebijakan Umum APBD dilaksanakan oleh Badan Anggaran DPRD dan tim anggaran Pemerintah Daerah untuk disepakati menjadi Kebijakan Umum APBD.
  3. Mekanisme pembahasan internal DPRD sebelum dibahas bersama Gubernur atas rancangan Kebijakan Umum APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Pimpinan DPRD.

 

Bagian Kedua

Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara

Pasal 179

  1. Kebiiakan umum APBD menjadi dasar bagi Badan Anggaran DPRD bersama tim anggaran Pemerintah Daerah untuk membahas rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara.
  2. Pembahasan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat minggu kedua bulan Juni tahun Anggaran sebelumnya.
  3. Badan Anggaran melakukan konsultasi dengan Komisi  untuk memperoleh masukan terhadap program dan kegiatan yang ada dalam rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara.
  4. Pembahasan rancangan Kebijakan Umum APBD, rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara, dan konsultasi dengan Komisi  dilaksanakan melalui rapat DPRD.

 

Pasal 180

  1. Kebijakan Umum APBD dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara yang telah dibahas dan disepakati bersama Gubernur dan DPRD dituangkan dalan Nota Kesepakatan yang ditandatangani bersama oleh Gubernur dan Pimpinan DPRD.
  2. Bentuk Nota Kesepakatan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur tersendiri dengan kesepakatan Gubernur dan Pimpinan DPRD.

 

Bagian Ketiga

Penyampaian dan Pembahasan

Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD

Pasal 181

  1. Gubernur menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD (RAPBD) kepada DPRD disertai penjelasan dan dokumen pendukungnya pada minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya untuk dibahas dalam rangka memperoleh persetujuan bersama.
  2. Pembahasan pendahuluan RAPBD meliputi : 
    1. DPRD melalui Fraksi-Fraksi dan Komisi -Komisi  terkait membahas rencana kerja dan anggaran yang diajukan Pemerintah Daerah dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD. 
    2. Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran oleh Komisi -Komisi  terkait disampaikan kepada Badan Anggaran melalui Pimpinan DPRD.
    3. Hasil pembahasan Badan Anggaran disampaikan kepada Pimpinan DPRD untuk dijadikan bahan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD.
  3. Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD meliputi : 
    1. Pembahasan rancangan Perda tentang APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Badan Anggaran DPRD dan tim anggaran Pemerintah Daerah.
    2. DPRD dapat melakukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD.
    3. Hasil pembahasan Fraksi-Fraksi dan Komisi -Komisi  disampaikan kepada Badan Anggaran melalui Pimpinan DPRD.
    4. Badan Anggaran DPRD bersama Pemerintah Daerah membuat Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD. 
  4. Penetapan APBD sebagai berikut: 
    1. Selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum berakhir APBD tahun berjalan, DPRD menyetujui Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD;
    1. Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD yang telah disetujui  bersama DPRD sebelum ditetapkan oleh Gubernur paling lambat 3 (tiga) hari disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi dan hasil evaluasi diterima selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari terhitung sejak disampaikannya Rancangan Peraturan Daerah dimaksud;
    1. Apabila Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi Peraturan Daerah tentang RAPBD sudah sesuai dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi, Gubernur menetapkan Rancangan Peraturan Daerah dimaksud menjadi Peraturan Daerah;
    1. Apabila Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi bertentangan dengan kepentingan umum, Peraturan yang lebih tinggi, DPRD bersama Gubernur melakukan penyempurnaan paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi;
    2. Setelah Peraturan Daerah tentang APBD disempurnakan, Gubernur segera membuat Peraturan Gubernur untuk menjabarkan Peraturan Daerah dimaksud. 

 

Bagian Keempat

Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD

Pasal 182

  1. Penyesuaian APBD denganperkembangandan/atau perubahankeadaandibahas bersama DPRD dengan Pemerintah Daerah dalam rangka penyusunan prakiraan, Perubahan atas APBD Tahun Anggaran berjalan, dapat dilakukan apabila terjadi:
    1. perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi Kebijakan Umum APBD;
    1. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja;
    2. keadaan yang menyebabkan sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan dalam tahun anggaran berjalan;
    3. keadaan darurat; dan
    4. keadaan luar biasa.
  2. Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d sekurang-kurangnya memenuhi kriteria sebagai berikut :
    1. bukan merupakan kegiatan normal dari aktivitas Pemerintah Daerah dan tidak dapat diprediksikan sebelumnya;
    2. tidak diharapkan terjadi secara berulang;
    3. berada diluar kendali dan pengaruh Pemerintah Daerah; dan
    4. memiliki dampak yang signifikan terhadap anggaran dalam rangka pemulihan yang disebabkan oleh keadaan darurat.
  3. Perubahan APBD hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa.
  4. Keadaan luar biasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e adalah keadaan yang menyebabkan estimasi penerimaan dan/atau pengeluaran dalam APBD mengalami kenaikan atau penurunan lebih besar dari 50% (lima puluh persen).

 

Pasal 183

  1. Paling lambat minggu pertama bulan Agustus dalam tahun anggaran berjalan Gubernur wajib menyampaikan rancangan Kebijakan Umum Perubahan APBD dan PPAS perubahan APBD kepada DPRD.
  2. Rancangan KUA perubahan APBD dan PPAS perubahan APBD yang telah disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disepakati menjadi Kebijakan Umum anggaran perubahan APBD dan PPAS perubahan APBD paling lambat minggu kedua bulan Agustus tahun anggaran berjalan.
  3. Rancangan peraturan daerah tentang perubahan anggaran pendapatan dan belanja daerah beserta lampirannya disampaikan oleh Gubernur kepada DPRD paling lambat akhir bulan September tahun anggaran berjalan untuk mendapatkan persetujuan bersama.

 

Bagian Kelima

Penetapan Raperda Pertanggungjawaban

Pelaksanaan APBD

Pasal 184

  1. Gubernur menyampaikan rancangan Peraturan Daerah tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD kepada DPRD paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
  2. Rancangan Peraturan Daerah tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat laporan keuangan yang meliputi laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, catatan atas laporan keuangan, serta dilampiri dengan laporan kinerja yang telah diperiksa BPK dan ikhtisar laporan keuangan Badan Usaha Milik Daerah/Perusahaan Daerah.

 

 

Bagian Keenam

Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD

DanRancangan Peraturan Gubernur tentang Penjabaran APBD

Pasal 185

  1. Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD yang telah disetujui bersama DPRD dan rancangan Peraturan Gubernur tentang Penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Gubernur paling lama 3 (tiga) hari disampaikan terlebih dahulu kepada Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi.
  2. Penyampaian rancangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan:
    1. persetujuan bersama antara Pemerintah Daerah dan DPRD terhadap rancangan Peraturan Daerah tentang APBD;
    1. KUA dan PPA yang disepakati antara Gubernur dan Pimpinan DPRD;
    2. risalah sidang jalannya  pembahasan  terhadap  rancangan Peraturan Daerah tentang APBD; dan 
    1. nota keuangan dan pidato Gubernur perihal penyampaian pengantar nota keuangan pada sidang DPRD.
  3. Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk tercapainya keserasian antara kebijakan daerah dan kebijakan nasional, keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan aparatur serta untuk meneliti sejauh mana APBD tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan/atau peraturan daerah lainnya.
  4. Untuk efektivitas pelaksanaan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Dalam Negeri dapat mengundang pejabat Pemerintah Daerah terkait.
  5. Hasil  evaluasi  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dituangkan dalam keputusan Menteri Dalam Negeri dan disampaikan kepada Gubernur paling lama 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya rancangan dimaksud.
  6. Apabila  Menteri  Dalam  Negeri  menyatakan  hasil evaluasi atas rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan rancangan Peraturan Gubernur tentang Penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Gubernur menetapkan rancangan dimaksud menjadi peraturan daerah dan peraturan gubemur.
  7. Dalam hal Menteri Dalam Negeri menyatakan bahwa hasil evaluasi rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan rancangan Peraturan Gubernur tentang Penjabaran APBD bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Gubemur bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.
  8. Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Gubernur dan DPRD, Gubernur tetap menetapkan rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan rancangan Peraturan Gubernur tentang Penjabaran APBD menjadi peraturan daerah dan Peraturan Gubernur, Menteri Dalam Negeri membatalkan peraturan daerah dan Peraturan Gubernur dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya.
  9. Pembatalan peraturan daerah dan Peraturan Gubernur serta pernyataan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (8) ditetapkan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri.

 

Pasal 186

  1. Paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 185ayat (8) dan ayat (9), Gubernur harus memberhentikan pelaksanaan peraturan daerahdan selanjutnya DPRD bersama Gubernur mencabut peraturan daerah dimaksud.
  2. Pencabutan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan PeraturanDaerah tentang Pencabutan Peraturan Daerah tentang APBD.
  3. Pelaksanaan pengeluaran atas pagu APBD tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 185ayat (9) ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.

 

Pasal 187

Evaluasi rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan rancangan Peraturan Gubernur tentang Penjabaran APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 186, berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri.

 

Pasal 188

  1. Penyempurnaan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 185 ayat (7) dilakukan Gubernur bersama dengan Badan Anggaran DPRD.
  2. Hasil penyempurnaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Pimpinan DPRD.
  3. Keputusan Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dijadikan dasar penetapan Peraturan Daerah tentang APBD.
  4. Keputusan Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersifat final dan dilaporkan pada rapat paripurna berikutnya.
  5. Rapat paripurna berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yakni setelah rapat paripurna pengambilan keputusan bersama terhadap rancangan Peraturan Daerah tentang APBD.
  6. Keputusan Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri paling lama 3 (tiga) hari setelah keputusan tersebut ditetapkan.
  7. Dalam hal Pimpinan DPRD berhalangan tetap, maka pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku pimpinan sementara DPRD yang menandatangani KeputusanPimpinan DPRD.

 

Bagian Ketujuh

Laporan Realisasi Semester Pertama APBD

Pasal 189

  1. Pemerintah Daerah menyampaikan kepada DPRD Laporan Realisasi semester pertama APBD dan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya kepada DPRD selambat-lambatnya pada akhir bulan Juli tahun anggaran yang bersangkutan, untuk dibahas bersama antara DPRD dan Pemerintah Daerah.
  2. Mekanisme pembahasan internal DPRD atas laporan realisasi semester pertama APBD diatur dengan Keputusan Pimpinan DPRD.

 

 

BAB XIII

LAPORAN KETERANGAN

PERTANGGUNGJAWABAN GUBERNUR

 

Bagian Kesatu

Ruang Lingkup

Pasal 190

Ruang lingkup LKPJ meliputi:

  1. hasil penyelenggaraan urusan pemerintahan yangmenjadi kewenangan daerah yang dilaksanakan olehPemerintah Daerah; dan
  2. hasil pelaksanaan tugas pembantuan dan penugasan.

 

 

 

Pasal 191

Hasil penyelenggaraan urusan pemerintahan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 190 huruf a meliputi:

  1. capaian pelaksanaan program dan kegiatan sertapermasalahan dan upaya penyelesaian setiap urusanpemerintahan;
  2. kebijakan strategis yang ditetapkan oleh Gubernurdan pelaksanaannya; dan
  3. tindak lanjut rekomendasi Dewan Perwakilan RakyatDaerah tahun

anggaran sebelumnya.

 

Pasal 192

  1. Hasil pelaksanaan tugas pembantuan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 190 huruf b berupa capaian kinerja :
    1. tugas pembantuan yang diterima dari Pemerintah Pusat; dan
    2. tugas pembantuan yang diberikan kepada Pemerintah Daerah kabupaten/kota.
  2. Hasil pelaksanaan penugasan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 huruf b berupa penugasan Pemerintah Daerah Provinsi Kepada Pemerintah Desa.
  3. Hasil pelaksanaan tugas pembantuan dan penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) juga memuat permasalahan dan upaya penyelesaian setiap tugas pembantuan atau penugasan.

 

Pasal 193

Laporan Keterangan Pertanggungjawaban disusun berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang merupakan penjabaran tahunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah dengan berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, dengan format sebagaimana diatur dalamketentuan perundang-undangan.

 

Bagian Kedua

Penyampaian LKPJ

Pasal 194

  1. Gubernur menyampaikan LKPJ kepada DewanPerwakilan Rakyat

Daerah dalam rapat paripurnayang dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahunpaling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaranberakhir.

  1. Dalam hal Gubernur berhalangan tetap atauberhalangan sementara, LKPJ disampaikan oleh Wakil Gubernur selaku pelaksana tugas Gubernurkepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam rapatparipurna.
  2. Dalam hal Gubernur dan Wakil Gubernursecara bersamaan berhalangan tetap atauberhalangan sementara, LKPJ disampaikan olehpejabat pengganti Gubernur kepada DewanPerwakilan Rakyat Daerah dalam rapat paripurna.

 

Pasal 195

  1. Paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah LKPJditerima, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah harusmelakukan pembahasan LKPJ denganmemperhatikan:
    1. capaian kinerja program dan kegiatan; dan
    2. pelaksanaan Peraturan Daerah dan/atauPeraturan Gubernur dalammenyelenggarakan urusan pemerintahan daerah.
  2. Berdasarkan hasil pembahasan LKPJ sebagaimanadimaksud pada ayat (1), Dewan Perwakilan RakyatDaerah memberikan rekomendasi sebagai bahandalam:
    1. penyusunan perencanaan pada tahun berjalandan tahun berikutnya;
    2. penyusunan anggaran pada tahun berjalan dantahun berikutnya; dan
    3. penyusunan Peraturan Daerah, Peraturan Gubernur, dan/atau kebijakan strategis Gubernur.

 

 

 

 

Bagian Ketiga

Pembahasan dan Keputusan

Pasal 196

  1. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur dibahas oleh Panitia Khusus yang dibentuk oleh Badan Musyawarah dengan memperhatikan rekomendasi Komisi .
  2. Berdasarkan hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) DPRD menetapkan Keputusan DPRD.
  3. Keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah LKPJ diterima.
  4. Keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Gubernur dalam Rapat Paripurna yang bersifat istimewa sebagai rekomendasi kepada Gubernur untuk perbaikan penyelenggaraan pemerintahan daerah ke depan.
  5. Apabila Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditanggapi dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah LKPJ diterima, maka dianggap tidak ada rekomendasi untuk penyempurnaan.

Pasal 197

Sisa waktu penyelenggaraan Pemerintah Daerah yang belum dilaporkan dalam Laporan Keterangan Pertanggungjawaban oleh Gubernur yang berakhir masa jabatannya, dilaporkan oleh Gubernur terpilih atau penjabat Gubernur atau pelaksana tugas Gubernur berdasarkan laporan memori serah terima jabatan.

BAB XIV

KONSULTASI DPRD

Pasal 198

  1. DPRD dapat melakukan konsultasi kepada satuanpemerintahan secara berjenjang.
  2. Konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)diselenggarakan untuk meningkatkan kinerjapelaksanaan tugas dan wewenang DPRD.

 

Pasal 199

  1. Konsultasi antara DPRD dengan Pemerintah Daerah dilaksanakan dalam bentuk pertemuan antara Pimpinan DPRD dan Gubernur.
  2. Pertemuan konsultasi sebagaimana ayat (1) dilaksanakan dalam rangka :
    1. pembicaraan mengenai saran dan masukan pokok pikiran DPRD dalam RKPD;
    2. pembicaraan awal mengenai materi muatan suatu rancangan peraturan daerah dan/atau rancangan Kebijakan Umum anggaran (KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) dalam rangka penyusunan rancangan APBD;
    3. pembicaraan mengenai penanganan suatu masalah yang memerlukan keputusan bersama DPRD dan Pemerintah Daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan;
    4. penyelesaian suatu persoalan yang tidak dapat diselesaikan berdasarkan agenda dan jadwal kerja yang ada; atau
    5. permintaan penjelasan mengenai kebijakan atau program kerja tertentu yang ditetapkan atau dilaksanakan oleh Gubernur.
  3. Pertemuan konsultasi antara DPRD dengan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihadiri oleh Pimpinan DPRD serta pimpinan Alat Kelengkapan DPRD yang terkait dengan materi konsultasi, serta Gubernur yang didampingi oleh pimpinan perangkat daerah yang terkait.
  4. Pertemuan konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan secara berkala atau sesuai dengan kebutuhan.
  5. Pertemuan konsultasi, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan baik atas prakarsa Pimpinan DPRD maupun atas prakarsa Gubernur.
  6. Hasil pertemuan konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila dipandang perlu dapat dilaporkan dalam Rapat Paripurna.

 

BAB XV

PELAYANAN ATAS PENGADUAN DAN ASPIRASI MASYARAKAT

Pasal 200

  1. Pimpinan DPRD, alat kelengkapan DPRD, Anggota DPRD atau Fraksi di DPRD menerima, menampung, menyerap, dan menindaklanjuti pengaduan dan aspirasi masyarakat sesuai dengan tugas, fungsi dan wewenang DPRD.
  2. Penerimaan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui forum :
    1. pertemuan secara langsung antara DPRD yang diwakili oleh Pimpinan DPRD, Alat Kelengkapan DPRD, atau Anggota DPRD tertentu dengan masyarakat yang memberikan pengaduan; atau
    2. penyampaian pengaduan oleh masyarakat secara tertulis disertai dengan penjelasan mengenai hal yang diadukan yang ditujukan kepada Pimpinan DPRD.
  3. Penampungan dan penindaklanjutan aspirasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui forum : a. rapat dengar pendapat umum;
    1. rapat dengar pendapat;
    2. kunjungan kerja; atau
    3. rapat kerja Alat Kelengkapan DPRD dengan mitra kerjanya.

Pasal 201

  1. Masyarakat yang datang secara langsung ke DPRD untuk menyampaikan aspirasi dan/atau pengaduan diterima dan disalurkan oleh Sekretariat

DPRD kepada Alat Kelengkapan DPRD yang membidanginya dan/atau

Fraksi.

  1. Penyampaian aspirasi dan/atau pengaduan secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditindaklanjuti oleh Alat Kelengkapan DPRD sesuai dengan bidang tugasnya ataupun oleh Fraksi untuk ditindaklanjuti sesuai dengan kebijakan masing-masing Fraksi.
  2. Pengaturan lebih lanjut mengenai teknis penyampaian aspirasi dan pengaduan masyarakat yang disampaikan secara langsung diatur lebih lanjut oleh Sekretaris DPRD dengan sepengetahuan Pimpinan DPRD.

 

BAB XVI

KELOMPOK PAKAR DAN TIM AHLI

Pasal 202

  1. Dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenang DPRD, dibentuk kelompok pakar atau tim ahli.
  2. Kelompok pakar atau tim ahli Alat Kelengkapan DPRDdiangkat dan diberhentikan dengan keputusan Sekretaris DPRD sesuai dengan kebutuhan atas usulAnggota DPRD, Pimpinan Fraksi, dan pimpinan Alat Kelengkapan DPRD.  
  3. Kelompok pakar atau tim ahli bekerja sesuai dengan pengelompokan tugas dan wewenang DPRD yang tercermin dalam Alat Kelengkapan DPRD
  4. Kelompok pakar atau tim ahli Alat Kelengkapan DPRDsebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling banyak 3(tiga) orang untuk setiap Alat Kelengkapan DPRD.
  5. Pembayaran kompensasi bagi kelompok pakar atau timahli Alat Kelengkapan DPRD didasarkan pada kehadiransesuai dengan kebutuhan DPRD atau kegiatan tertentuDPRD dan dapat dilakukan dengan harga satuan oranghari atau orang bulan
  6. Ketentuan mengenai besaran kompensasi kelompok pakar atau tim ahli Alat Kelengkapan DPRD diatur dalam Peraturan Gubernur dengan memperhatikan standar keahlian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

BAB XVII

LARANGANDAN SANKSI

Bagian Kesatu

Larangan

Pasal 203

  1. Anggota DPRD dilarang merangkap jabatan sebagai:
    1. pejabat negara atau pejabat daerah lainnya;
    2. hakim pada badan peradilan; atau
    3. Pegawai Negeri Sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian 

Negara Republik Indonesia, pegawai pada Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Mililk Daerah, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari APBN/APBD.

  1. Anggota DPRD dilarang melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada lembaga pendidikan, akuntan publik, konsultan, advokat atau pengacara, notaris, dan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan tugas dan wewenang DPRD serta hak sebagai anggota DPRD.
  2. Anggota DPRD dilarang melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme, serta dilarang menerima gratifikasi.

 

Bagian Kedua

Sanksi

Pasal 204

  1. Anggota DPRD yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 dikenai sanksi berdasarkan Keputusan Badan Kehormatan.
  2. Dalam hal Anggota DPRD terbukti melakukan pelanggaranatas sumpah/janji dan Kode Etik, Badan Kehormatanmenjatuhkan sanksi berupa:
    1. teguran lisan;
    2. teguran tertulis;
    3. mengusulkan pemberhentian sebagai pimpinanAlat Kelengkapan

DPRD;

    1. mengusulkan pemberhentian sementara sebagai Anggota DPRD; dan/atau
    2. mengusulkan pemberhentian sebagai AnggotaDPRD sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan.
  1. Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)ditetapkan dengan keputusan Badan Kehormatan dandiumumkan dalam rapat paripurna.
  2. Sanksi berupa pemberhentian sebagaimana dimaksudpada ayat (2) huruf c, huruf d, dan huruf e dipublikasikan olehDPRD.

 

Pasal 205

Setiap orang, kelompok, atau organisasi dapat mengajukan pengaduan kepada Badan Kehormatan DPRD dalam hal memiliki bukti yang cukup bahwa terdapat Anggota DPRD yang tidak melaksanakan salah satu kewajiban atau lebih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81.

 

 

BAB XVIII

SEKRETARIAT DPRD

Pasal206

  1. Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenang DPRD dibentuk Sekretariat DPRD yang Susunan Organisasi dan Tata Kerjanya ditetapkan dengan Peraturan Gubernur. 
  2. Sekretariat DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang Sekretaris yang diangkat dan diberhentikan dengan Keputusan Gubernuratas persetujuan Pimpinan DPRD.
  3. Persetujuan Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memperhatikan jenjang kepangkatan, kemampuan, dan pengalaman.
  4. Sekretaris DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempunyai tugas :
    1. menyelenggarakan administrasi kesekretariatan DPRD;
    2. menyelenggarakan administrasi keuangan DPRD;
    3. mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD; dan
    4. menyediakan dan mengkoordinasikankelompok pakar/tim ahli dan tenaga ahli.
  5. Sekretaris DPRD dalam melaksanakan tugasnya secara teknis operasional bertanggung jawab kepada pimpinan DPRD dan secara administratif bertanggung jawab kepada Gubernur.
  6. Sekretaris DPRD dan Pegawai Sekretariat DPRD berasal dari Aparatur Sipil Negara
  7. Sekretaris DPRD menjabat sebagai Sekretaris bukan anggota untuk Badan Musyawarah, Badan Pembentukan Peraturan Daerah, dan Badan Anggaran.

 

BAB XIX

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 207

  1. Pada saat peraturan ini mulai berlaku, Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2018 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
  2. Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Tata Tertib ini ditetapkan dan diatur lebih lanjut oleh Pimpinan DPRD setelah dilakukan pembahasan dalam Badan Musyawarah.

 

 

 

 

Pasal 208

Tata Tertib ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan

 

Di tetapkan di Bandung

pada tanggal 27 November 2019

 

 

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PROVINSI JAWA BARAT

 

 ttd

 

 

TAUFIK HIDAYAT

 

 

 

Disalin sesuai dengan aslinya:

SEKRETARIAT DPRD PROV JABAR

Kasubag Risalah dan Dokumentasi Hukum

Drs. Arif Ahmad Ripai, M.Si.